BALIKPAPAN-Surat Edaran Menteri Agama terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala memancing beragam reaksi. Sebagian menilai, penggunaan pengeras suara mesti diatur. Sebagian lain menilai, penggunaan pengeras suara tak perlu diatur.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Balikpapan, Muhammad Hendro, menilai, kegaduhan bisa reda asal semua pihak mau duduk bersama dan merumuskan titik temu.
"Kami sangat terbuka jika memang perlu ada pertemuan antara Kantor Kemenag, Dewan Masjid Indonesia, MUI, maupun perwakilan ormas ormas islam untuk membahas ini (SE Menag)," kata Hendro kepada Prokal.Co, Selasa (1/3).
Pertemuan ini, lanjut Hendro, perlu agar opini soal SE Menteri Agama tidak bergulir liar, terutama di media sosial. "Pasti nanti akan ada titik temu," kata dia yakin.
Muhammadiyah Balikpapan, kata Hendro, menilai surat edaran yang dirilis Menteri Agama punya tujuan yang baik. Penggunaan speaker pada masjid dan musala memang sejatinya mesti diatur.
"Kan di SE itu bukan larangan, tapi mengatur saja," ungkapnya.
Lebih lanjut Hendro menyebut, kritik untuk perbaikan semestinya tidak perlu ditanggapi secara berlebihan dan reaksioner. Sebab, dalam lingkungan yang beragam pasti timbul pro dan kontra. Semangat toleransi, kata Hendro perlu diperhatikan dalam persoalan ini.
Soal penggunaan pengeras luar, diakui Hendro, memang rawan mengundang komentar. Apalagi jika suara yang ditimbulkan kurang merdu.
"Tujuan utamanya kan memang syiar, tapi mesti disadari juga bahwa suara yang dihasilkan mesti merdu dan bagus, sehingga tak muncul komentar negatif. Makanya kita juga perlu terbuka untuk melakukan perbaikan," ungkapnya.
Namun, Hendro menilai dalam pelaksanaanny, SE Menteri Agama ini juga mesti bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Di sisi lain, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Balikpapan, disebut Hendro, sudah menerima salinan Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE 05 Tahun 2022 tentang aturan pengeras suara masjid dan musala dari Kantor Kemenag Kota Balikpapan.