Penundaan Pilkada Berpotensi Menimbulkan Pelanggaran

- Kamis, 21 Mei 2020 | 12:08 WIB
ILUSTRASI
ILUSTRASI

SAMPIT –Penundaan Pilkada 2020 yang ditetapkan Desember 2020 ini masih meragukan. Pasalnya, meski Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 telah diterbitkan Presiden Jokowi, pelaksanaan pilkada tetap menunggu situasi dan kondisi pandemi Covid-19 mereda.

”Kondisi pandemi Covid-19 ini telah membuat pelaksanaan pilkada ditunda. Dari jadwal awal dilaksanakan 23 September dan diundur Desember 2020. Tetapi, jika sampai 29 Mei ternyata pandemi Covid-19 diperpanjang, maka keputusan KPU tentunya akan berbeda lagi, karena saat ini yang paling penting adalah keselamatan manusia,” kata Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo.

Dengan ditundanya pelaksanaan Pilkada, pihaknya menemukan adanya potensi pelanggaran yang terjadi. ”Ada dua titik rawan potensi pelanggaran di masa penundaan, yakni netralitas ASN dan penyalahgunaan kekuasaan yang berkaitan dengan kepentingan pribadi. Hal ini tentunya akan memengaruhi jalannya pilkada,” ujarnya, baru-baru ini.

Dari dua titik rawan pelanggaran tersebut, pihaknya mencatat telah menangani dugaan pelanggaran netralitas ASN di seluruh Indonesia sebanyak 370 kasus. Lalu, ASN yang diberhentikan sebanyak 40 kasus, sedang dalam proses sebanyak 4 kasus, dan yang telah direkomendasi sebanyak 326 kasus.

”Tren pelanggaran netralitas ASN paling tinggi dikarenakan adanya temuan ASN yang memberikan dukungan melalui media sosial. Ada pula temuan ASN yang melakukan pendekatan dan mendaftarkan diri pada salah satu partai politik,” ungkapnya.

Menindaklanjuti temuan tersebut, jajaran Bawaslu telah melakukan pengawasan. Salah satunya yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai langkah antisipasi menekan potensi pelanggaran, pihaknya telah melakukan sosialisasi berkaitan dengan pelanggaran yang termuat dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat (3) yang menjelaskan larangan menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan dan merugikan salah satu paslon.

”Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan wali kota atau wakil wali kota selaku petahana yang melanggar akan dikenakan sanksi pembatalan calon,” katanya.

 

Diputuskan usai Lebaran

Sementara itu, keinginan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI agar keputusan nasib pilkada segera diputuskan harus tertunda. Pasalnya, rencana rapat bersama yang sempat dijadwalkan kemarin (20/5) batal. Berdasarkan surat balasan yang disampaikan Komisi II DPR RI kepada KPU, rapat dijadwalkan usai lebaran.

“Undangan yang kami terima RDP dilaksanakan Rabu, 27 Mei,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (20/5).

Pram menambahkan, KPU sendiri sebetulnya sudah menyiapkan sejumlah hal untuk dipresentasikan dalam rapat bersama. Mulai dari draf Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Tahapan, Program dan Jadwal. Selain itu juga berbagai pertimbangan atas masukan yang dihimpun KPU.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi menambahkan, penundaan rapat dilakukan karena waktunya terlalu mepet dengan lebaran. Sehingga kurang tepat jika dilakukan rapat. Para anggota ingin fokus berpuasa di akhir Ramadan dan menyiapkan lebaran di rumah.

Menurut dia, rapat setelah lebaran lebih tepat dan leluasa, karena sudah tidak puasa lagi. "Bisa sambil makan-makan di tempat masing-masing," terang dia. Anggota dewan juga bisa lebih bersemangat menyampaikan pendapatnya.

Halaman:

Editor: sastro-Sastro Radar Sampit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB
X