Delapan ASN Terbukti Tak Netral

- Senin, 25 Maret 2019 | 09:47 WIB

TANJUNG SELOR – Berdasarkan rekapitulasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kalimantan Utara (Kaltara), sebanyak delapan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kaltara terbukti tidak netralitas.

Bahkan dari delapan itu, satu di antaranya merupakan pejabat eselon III. Pelanggaran yang dilakukan yaitu berfoto dengan ekspresi mendukung salah satu calon legislatif (caleg). “Pelanggaran itu ditemukan ketika foto tersebut di-upload (unggah) di sosial media (sosmed) Facebook,” kata Siti Nuhriyati, Ketua Bawaslu Kaltara kepada Radar Kaltara, Sabtu (23/3).

Adanya temuan itu, Bawaslu Kabupaten Bulungan langsung memanggil yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi, dan pada saat klarifikasi itu yang besangkutan mengakui bahwa telah berfoto dengan caleg tersebut dan menggestur. “Pejabat itu mengaku kalau itu hanya ekspresi,” bebernya.

Tapi sanksi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sudah turun dan juga sudah dikenakan sanksi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov). Informasinya pejabat itu dikenakan sanksi penundaan kenaikan gaji berkala 1 tahun. “Yang di Kabupaten Nunukan juga sudah turun sanksinya dari KASN, untuk sanksi yang diberikan KASN itu semua masih bersifat sedang. Yang memberikan sanksi itu KASN, kalau kami hanya mengawasi saja, jika ada temuan langsung kita laporkan kepada KASN,” ujarnya.

Kemudian di Kabupaten Tana Tidung (KTT) satu, itu juga sudah turun sanksinya dari KASN. Bahkan petugas dari Bawaslu Kaltara sudah ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tana Tidung untuk menindalanjuti terhadap rekomendasi KASN itu. “Tetapi ASN jangan pernah beranggapan kalau sanksi sedang ini hal yang biasa,” jelasnya.

Dari KASN, sanksi sedang itu sudah parah sebenarnya, karena seorang ASN ketika akan mengikuti lelang jabatan, salah satu persyaratannya adalah tidak pernah dijatuhi sanksi sedang ke atas. “Artinya, kalau sudah mendapatkan sanksi sedang tidak bisa lagi mengikuti ikut proses lelang jabatan,” ujarnya.

Hal itu juga kerap disampaikan KASN ketika pertemuan membahas netralitas ASN. Untuk itu pihaknya mengimbau kepada seluruh ASN agar lebih berhati-hati dalam menggunakan medsos. ‘Kita juga sudah sering mengingatkan agar berhati-hati dengan jempol ketika berfoto, apalagi kalau berkomentar atau like di sosmed. Itu sudah memperkuat dukungan,” ujarnya.

Siti menambahkan, sebenarnya sosialisasi sudah dilakukan kepada ASN. Bahkan di tingkat pusat saja sosialisasi kepada ASN itu sudah dilakukan. “Tapi dalam waktu dekat ini kita akan mengumpulkan ASN, sasarannya nanti lebih ke kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD),” ujarnya.

Karena bagaimanapun yang mempunyai peran pengawasan di OPD itu adalah masing-masing kepala OPD. Dengan adanya sosialisasi itu diharapkan kepala OPD dapat menyosialisasikan kepada jajarannya. “Kita harapkan tidak ada lagi bahasa kalau ASN tidak tahu. Jangan karena ketidaktahuan itu dimanfaatkan,” bebernya.

Dijelaskan, dalam proses penanganan pelanggaran. Laporan dugaan pelanggaran pemilihan umum (pemilu) disampaikan kepada pengawas pemilu paling lama tujuh hari sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran pemilu. “Jika ada temuan laporan, tahap selanjutnya akan dilakukan pengumpulan barang bukti, setelah itu melakukan klarifikasi,” ujarnya.

Apabila bukti sudah terkumpul maka tahap selanjutnya pemberian rekomendasi, pengkajian serta penerusan hasil kajian atas temuan kepada instansi yang berwenang. “Jadi itulah proses yang kita lakukan jika ada temuan,” pungkasnya. (*/jai/eza)

 

 

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X