Pemilu 2024 menjadi tanggung jawab semua pihak, tak terkecuali pers. Pemberitaan media akan isu politik telah mengalami peningkatan dari hari biasanya. Sehingga melihat kondisi ini, Dewan Pers perlu memastikan setiap informasi yang disiarkan menjelang pemilu sesuai fakta dan dapat dipertanggungjawabkan.

Anggota Dewan Pers sekaligus pemateri dalam workshop pers, Paulus Tri Agung Kristanto menerangkan, pihaknya menyadari jika peran wartawan dan media cukup besar dalam menyajikan informasi perkembangan politik dan pemilu. Sehingga kompetensi dan kemampuan mumpuni seorang jurnalis sangat diperlukan guna memastikan informasi seputar politik dapat tersampaikan dan tidak menimbulkan misinformasi di masyarakat.

“Di tahun politik ini, Dewan Pers menyelenggarakan workshop peliputan pemilu. Kenapa ini harus diadakan, karena wartawan punya tugas yang krusial untuk membangun kesadaran masyarakat ketika pemilu nanti kita memilih pemimpin, kepala daerah dan wakil rakyat. Sehingga seharusnya semua kalangan punya pengetahuan yang memadai politik sehingga masyarakat juga bisa menentukan pilihannya tanpa intervensi apa pun termasuk money politics,” ujarnya, Jumat (29/9).

Bagaimana ketika wartawan melakukan pelanggaran? Pria yang akrab disapa Pak Tra ini mengatakan, Dewan Pers memastikan tidak akan melakukan pembelaan jika seseorang yang bersangkutan tidak lagi sebagai jurnalis saat melakukan pelanggaran politik. Apalagi saat jurnalis tersebut maju sebagai calon legislatif (caleg). Ia pun menegaskan seorang jurnalis yang menyatakan diri maju sebagai caleg, maka tidak diperbolehkan lagi menulis karya jurnalistik.

“Dewan Pers tak bisa melakukan pemberhentian terhadap seseorang yang berprofesi jurnalis. Pemberhentian itu dapat dilakukan perusahaan media masing-masing yang melakukan perekrutan wartawan juga organisasi profesi wartawan,” bebernya.

Ia menambahkan, pada tahun politik tak jarang ditemukan juga media menjadi wadah kampanye. Meski saat ini didapati memasuki masa kampanye. Pihaknya juga tak dapat mengatakan bahwa itu adalah bentuk pelanggaran, lantaran terdapat lembaga lain yang menanganinya.

“Kalau seperti itu ada Bawaslu dan KPU yang bisa menangani. Kalau dari Dewan Pers mengingatkan terus. Jaga independensi, etika dan itu artinya tetap menjaga kemurnian kita menjadi wartawan,” sebutnya.

Menghadapi tahun politik, saat ini Dewan Pers sudah  bekerja sama dengan Bawaslu, KPU juga Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk menangani persoalan pidana maupun sengketa pemilu yang berkaitan dengan karya jurnalistik dan oknum jurnalis yang terlibat melakukan pelanggaran.

Ia mengakui, tidak semua wartawan memiliki jam terbang dan kompetensi yang sama. Sehingga itulah pelatihan dilakukan guna meminimalisir kesenjangan perbedaan informasi pada setiap pemberitaan di media.

“Kita harus akui bahwa tidak semua wartawan punya pengalaman dan pengetahuan yang cukup terkait dengan pemilu. Karena apa, liputan politik adalah command sent, ada teknisnya, ada pengetahuan hukumnya, ada analisis sosialnya, ilmu pengelolaan isunya tentu wartawan mesti memiliki bekal itu. Kalau tidak, maka dapat berbahaya bagi penyampaian informasi ke publik,” tuturnya.

“Sehingga dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan ini, membuat wartawan-wartawan memiliki bekal mengelola informasi terkait kepemiluan kepada masyarakat secara benar. Sehingga itu juga bisa membangun kecerdasan masyarakat. Workshop pemilu dilakukan di 34 provinsi. Semula cuma 23, namun dengan upaya kita, akhirnya bisa dilakukan ke-34,” ungkapnya.

Dengan bekal tersebut, diharapkan insan pers memiliki tanggung jawab moral dalam melaporkan setiap perkembangan secara independen dan tidak berpihak ke arah mana pun. “Hari ini ada 4 provinsi yang berbarengan. Jadi Kaltara ini provinsi terakhir yang kami datangi. Minggu depan tugas Dewan Pers untuk menguji kompetensi karena ada 4 sampai 6 lokasi yang kami akan lakukan uji kompetensi,” jelasnya. (zac/zar/lim)