“Jadi lokasi ini adalah menjadi media untuk masyarakat membantu pemerintah merawat dan melestarikan cagar budaya. Karena menjaga dan merawat situs bukan hanya tugas pemerintah tapi semua lapisan. Ini sangat memungkinkan karena tidak semua mampu mengeluarkan biaya dan tenaga untuk merawat semua situs yang ada di Tarakan,” lanjutnya.
Dikatakannya, nantinya jika cagar budaya itu menghasilkan manfaat yang dirasakan masyarakat. Sehingga hal tersebut melahirkan rasa tanggung jawab bersama.
“Justru masyarakat yang harus didorong untuk berpartisipasi aktif ke depannya, mengambil manfaat yang sebesar-besarnya. Jadi ketika dikelola, bisa menjadi satu saya tarik wisata sepenuhnya akan direncanakan dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
“Jadi dalam hal ini pemerintah betul-betul hanya sebagai fasilitator saja. Intinya kita sama-sama merawat dan menjaga cagar budaya. Sehingga ini melahirkan suatu tanggung jawab dan rasa kepedulian bagi masyarakat,” tambahnya.
Ia menjelaskan, Local Champion ini sudah di-SK-kan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah kota, memberikan jalan secara formal untuk bergerak bersama sehingga hal ini memberikan peluang pada komunitas agar dapat mengelola dan berkreasi.
“Ketika teman-teman dari komunitas, ingin melakukan sesuatu yang sama dengan Lokal Champion saat ini, berarti dia tinggal melihat situs mana yang belum terawat. Sehingga mereka bisa melakukan pengelolaan dan pemerintah hanya memberikan pendampingan termasuk membantu misalnya di sana tidak ada jalannya, atau toiletnya kita buatkan,” jelasnya.
“Mereka yang jaga, mereka yang kelola dan nanti hasilnya mereka yang manfaatkan. Sehingga hal tersebut menghasilkan simbiosis mutualisme,” pungkasnya. (zac/eza)