Kementerian Kehutanan diatur oleh Kemendagri, KLHK dan Kemenkeu. Ini yang membuat bagian kehutanan menjadi agak ribet, kata dia. “Draf-nya belum ada di saya. Nanti kami lihat karena yang jelas jangan melanggar aturan lah,” tuturnya.
Lebih lanjut, hingga kini permasalahan kayu di Tarakan belum menemukan solusi. Sebab jika masih berstatus ilegal, tentu menjadi sasaran penindakan instansi terkait. Sehingga pengusaha kayu harus mengikuti prosedur yang berlaku.
“Kebijakan itu ada sesuatu aturan tidak diatur maka muncullah kebijakan. Tapi kalau aturan itu ada pergub, terus yang akan diambil dan tidak tercantum dalam pergub itu, maka muncul kebijakan tidak melanggar aturan. Tapi ini masalahnya, aturan diatur oleh kementerian. Berarti yang bikin kebijakan itu harus dari kementerian, bukan pergub. Kalau pergub yang mengeluarkan kebijakan yang diatur kementerian, itu tidak boleh. Itu namanya pelanggaran,” jelasnya.
Tarakan pada umumnya tidak memiliki sumber kayu lagi. Sebab itu Tarakan bergantung pada kabupaten lain yang ada di Kaltara.
“Masalahnya memang mereka tidak sesuai prosedur. Kalau sesuai prosedur, maka masih untung. Kalau mengajukan izin tebang dan bayar pajak maka lebih bagus. Cuma mereka mau enaknya saja, yakni untung dan ambil risiko. Solusinya ikuti aturan, urus perizinan,” tegasnya.
Sebagai pengetahuan, luas perkayuan di Kaltara mencapai 7 juta hektare sehingga Kalimantan disebut sebagai bagian paru-paru dunia. (shy/lim)