“Kadang petugas kami juga main kucing-kucingan dengan pelaku penebangan. Biasanya kalau kami menerima informasi ada orang yang dicurigai mau menebang pohon, kami ke langsung menuju ke TKP. Setelah sampai orang yang dimaksud sudah tidak ada di lokasi. Tapi hasil potongannya ada di situ,” sambungnya.
Ia menduga, pelaku juga mempelajari jadwal patroli polisi hutan (polhut) dan telah mengantisipasi jika petugas mendatanginya untuk memberikan informasi kedatangan petugas. Dikatakan, setiap pihaknya menyambangi lokasi selalu mendapati lokasi sudah ditinggalkan pelaku.
“Biasanya kami mendapatkan informasi dari warga, tapi kami rasa mereka juga punya informan yang tahu kalau aku akan datang ke lokasi. Kalau tertangkap pelaku dapat disangkakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” tegasnya.
Kendati begitu, beberapa kasus pihaknya mendapati peralatan pelaku yang tertinggal di lokasi seperti mesin pemotong pohon dan beberapa perkakas kayu. Kendati demikian, temuan itu belum cukup membantu mengidentifikasi sosok pelakunya.
“Beberapa kasus itu kami temukan peralatannya tertinggal. Akhirnya kami sita, tapi tidak ada petunjuk di peralatannya untuk membantu kami mengetahui pelakunya. Kalau kami tangkap, pelakunya bisa dikenakan pidana minimal 1 tahun penjara dan denda minimal Rp 500 juta. Kalau dia menebang, mengangkut dan menguasai itu pasalnya. Baik dia gunakan pribadi maupun diperjualbelikan. Makanya kami pesan jangan coba-coba menebang di Hutan Lindung,” terangnya.
“Kalau dari kasus yang pernah kami ungkap, seorang pelaku mengaku memang sengaja menebang (kayu) untuk dijual kembali kepada pembeli setelah diangkut keluar dari hutan. Pengakuan pelaku kayu ini sudah dipesan dan tinggal diantarkan,” pungkasnya. (zac/lim)