Rumput laut yang menjadi komoditas unggulan Nunukan menjadi perhatian. Bagaimana tidak, Nunukan tercatat sebagai wilayah penghasilan rumput laut tertinggi di Indonesia. Bahkan, dalam sebulan produksi rumput laut kering mencapai 4 ribu ton.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Suhadi menyampaikan kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono ingin melihat langsung pembudidaya rumput laut. Tentunya, melalui momentum ini persoalan mendasar yang dirasakan petani akan disampaikan.
Seperti, sulitnya para pembudidaya rumput laut mendapatkan bibit rumput laut. Dikarenakan, selama ini bibit rumput laut yang ada didatangkan dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang besar. “Nunukan penghasilan rumput laut tertinggi di Indonesia. Kesulitan selama ini paling mendasar penyediaan bibit,” ucap Suhadi kepada Radar Tarakan, Rabu (29/3).
Dijelaskan, jika proses pengiriman terhambat karena transportasi. Mau tidak mau pengiriman yang selama ini menggunakan pesawat harus disiasati menggunakan Kapal Ferry dari Tarakan ke Nunukan. Dan risiko yang harus dihadapi kematian bibit.
Selama ini pengadaan bibit dilakukan pemerintah. Sementara, untuk pembudidaya bisa saja melakukan hal yang sama. Namun, membutuhkan biaya transportasi besar. “Ada pusat pembibitan di Nunukan. Ini yang kami usulkan. Jadi tidak lagi cari bibit kemana-mana. Sebab, pada prinsipnya produksi bagus jika bibit dilakukan penyegaran setiap panen. Dan idealnya sekitar 4 kali panen harus diganti bibitnya,” jelasnya.
Lanjutnya, jika pengganti bibit tidak dilakukan setelah panen hingga empat kali maka yang harus dilakukan pemindahan lokasi. Misalnya, yang sebelumnya di tempatkan di perairan Nunukan Barat di pindahkan ke Nunukan Selatan. (*)