Diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nunukan dilaporkan masyarakat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU disebut tak menjalankan sistem perekrutan tenaga adhoc yang berdasar aturan.
Pelapor yang berinisial JM mengaku, saat pemilihan PPS di Sebatik Timur, KPU meminta PPK mewawancarai PPS tanpa memberikan bimtek sebelumnya. “Jadi kegiatan yang seharusnya diumumkan tersebut, dilakukan tanpa pemberitahuan ke masyarakat luas,” ujar JM ketika diwawancarai, Rabu (22/2).
Menurutnya, sebagaimana tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2020, KPU wajib memberikan keterangan resmi tentang kebijakan kegiatan KPU. Meski terkesan sepele, harus diakui, terdapat rangkaian kegiatan yang hilang dalam sistem perekrutan tenaga adhoc dimaksud. Imbasnya, kredibilitas PPS yang terpilih layak dipertanyakan. “Artinya, ketika ada mekanisme yang hilang, hasil dari perekrutan tersebut tidak profesional kan,” nilainya.
Menurutnya, jika tenaga adhoc pemilu tidak profesional, imbasnya tentu akan meluas. Tak menutup kemungkinan akan ada praktik korupsi kolusi nepotisme dalam sistem pemerintahan terpilih.
Dikonfirmasi terkait hal tersebut, Ketua KPU Nunukan, Rahman membenarkan adanya laporan. Dirinya mengaku, KPU Nunukan sudah memberikan keterangan ke Bawaslu menyangkut laporan masyarakat yang menganggap ada pelanggaran yang dilakukan saat seleksi PPS di Kecamatan Sebatik Timur.
Menurut Rahman, laporan JM, butuh klarifikasi dan pendalaman. Pasalnya, tuduhan yang dialamatkan ke KPU, seakan bias dan tidak jelas. Ia menjelaskan, dalam petunjuk teknis (Juknis) perekrutan adhoc, tidak dijelaskan secara detail, sebagaimana keinginan pelapor. Di poin c juknis dimaksud, berbunyi ‘dapat menugaskan PPK untuk melakukan wawancara terhadap calon anggota PPS pada wilayah kerjanya. (*)