Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara (Kaltara) mencatat sumber pertumbuhan tertinggi pada ekonomi Kaltara tahun 2022, berasal dari lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha yang dihimpun BPS, usaha pertambangan dan penggalian sebesar 1,88 persen. Kemudian diikuti perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 1,05 persen, lalu pertanian, kehutanan dan perikanan 0,66 persen, transportasi dan pergudangan 0,63 persen, industri pengolahan 0,35 persen, serta informasi dan komunikasi 0,28 persen.
“Sedangkan lapangan usaha lainnya kurang dari 0,2 persen,” ujar Mas’ud Rifai, Kepala BPS Kaltara kepada Radar Kaltara saat ditemui di Tanjung Selor, Senin (6/2).
Jika dibandingkan tahun 2021, ekonomi Kaltara tahun 2022 tumbuh 5,34 persen. Hal ini disebabkan pertumbuhan pada hampir semua lapangan usaha selain konstruksi, dimana yang paling besar adalah lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh 10,94 persen.
Setelah itu, disusul transportasi dan pergudangan tumbuh 10,38 persen, jasa lainnya tumbuh 9,55 persen, jasa keuangan dan asuransi tumbuh 9,15 persen, perdagangan besar eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh 9,09 persen, serta informasi dan komunikasi tumbuh 8,47 persen.
“Lapangan usaha lainnya tumbuh kurang dari 8,00 persen. Sedangkan lapangan usaha konstruksi mengalami kontraksi sebesar 2,02 persen,” sebutnya.
Struktur perekonomian Kaltara menurut lapangan usaha tahun 2022 masih didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu pertambangan dan penggalian 36,42 persen, pertanian, kehutanan dan perikanan 14,06 persen, perdagangan besar-eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 11,11 persen, serta konstruksi 10,82 persen. “Peranan keempat lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Kaltara mencapai 72,42 persen,” tuturnya.
Sedangkan PDRB menurut pengeluaran. Ekonomi Kaltara sampai dengan tahun 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 5,34 persen. Pertumbuhan terjadi pada hampir semua komponen PDRB pengeluaran, kecuali komponen pengeluaran konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi pertumbuhan 1,23 persen.
Adapun pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa 6,56 persen, kemudian diikuti komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga 4,72 persen, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga 4,46 persen dan komponen pembentukan modal tetap bruto 2,37 persen. (*)