Kerusakan sebuah loopghraf, situs sejarah di Kelurahan Pamusian, Tarakan Tengah dalam pemantauan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar). Pemerintah berupaya mengembalikan ke bentuk semula dengan menggunakan material yang telah dirusak.
Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, M.Kes, mengatakan bahwa pihaknya telah menegur oknum yang merusak situs sejarah yang dibangun pada 1930-an itu. “Enggak boleh dihancurkan sebenarnya. Kalau mau dipindah ya harus dipindah utuh, tapi ini kalau dianggap untuk kepentingan umum. Tapi kalau mau bangun warung atau kafe, ini bisa dipertahankan karena bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Jadi jangan sampai mengubah bentuk apalagi menghancurkan, waduh sayang banget itu,” beber Khairul, Senin (6/2).
Meski berada di atas lahan sendiri, perusakan aset sejarah bisa dikenai perkara hukum. “Kalau dimanfaatkan boleh, tapi tetap dipertahankan. Ini UU cagar budaya, itut pidana sebenarnya. Jadi tidak bisa semau-maunya walaupun status kepemilikan lahannya itu pribadi. Konsekuensinya pemerintah membebaskan, tapi karena dananya sedikit, maka terbataslah,” ujarnya.
Kepala Disbudporapar Agustina, mengatakan bahwa pihaknya akan membuat surat teguran kepada oknum masyarakat yang telah merusak asset sejarah tersebut pada Senin (6/2). Beberapa waktu yang lalu, yakni saat hebohnya kabar perihal tersebut pihaknya telah melakukan teguran secara langsung ke lokasi. “Sudah kami datangi dan ternyata itu orangnya nyewa, dan yang punya itu tinggalnya di Bunyu,” ungkapnya.
Untuk itu hal ini menjadi tanggung jawab sang pemilik tanah untuk merawat. Sebab ini diatur dalam UU yang menyebutkan bahwa aset budaya pada hakekatnya tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjaga namun juga masyarakat terutama sang pemililk lahan. “Kalau misalnya yang punya tanah melihat seperti itu, misalnya logam atau bangker, pokoknya situs bersejarah, maka harus merawat. Karena yang namanya benda cagar budaya itu tak boleh diapa-apakan,” tutur Agus. (*)