UMK Naik, Waspada Teror PHK

- Jumat, 2 Desember 2022 | 12:13 WIB
-
-

Kebijakan Dewan Pengupahan untuk menaikkan standar upah minimum kota (UMK) menjadi Rp 4.055.356,62 per 1 Januari 2023 mendatang kini berada di tangan Gubernur Kalimantan Utara untuk disetujui. Meski begitu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Utara menyatakan bahwa kenaikan UMK ini akhirnya akan berdampak pada pelaksanaan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.

Ketua Apindo Kaltara, Zaini Mukmin menyatakan rasa berdukanya dikarenakan pengusaha yang saat ini perusahaannya sedang dalam kondisi tidak sehat pasca pandemi Covid-19. “Dengan datangnya Permenaker nomor 18 tahun 2022 ini, tanpa perundingan dari Dewan Pengupahan nasional itu tidak ada. Sehingga mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi juga itu jelas. Artinya selama 2 tahun UU Cipta Kerja yang sedang diperbaiki itu tidak boleh menurunkan permen atau aturan baru. Ini seolah-olah pemerintah arogan,” ungkap Zaini, Kamis (1/12).

Dikatakan Zaini, kondisi Tarakan saat ini sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi Tarakan tidak memiliki unggulan, sehingga dengan upah demikian menurut Zaini tidak sepadan. “Coba pikirkan, gaji pegawai honorer itu berapa? Perusahaan yang perhotelan dan jasa berapa? Mampu nggak berikan gaji setinggi itu? Upah yang lama saja itu belum semuanya terpenuhi, yang 2021 saja tidak ada yang melampaui UMK 2022, apalagi 2023 itu. Maka kami tetap berpatokan pada PP 36,” jelasnya.

Meski demikian, pihaknya bukan bersikap tidak setuju namun dalam hal ini pemerintah harus lebih berpikir lagi dalam penentuan UMK. Berdasarkan PP 36, disebutkan adanya kenaikan UMK di bawah Rp 86.000. Angka tersebut menurut pengusaha wajar di saat kondisi seperti ini. “Kan ada naik kalau Rp 86.000? Dengan kondisi ekonomi sekarang kan kami mempersiapkan krisis moneter 2023, kami ada saving untuk karyawan yang lain. Tapi kalau kami memanfaatkan upah 2023 dengan upah yang baru, apakah mungkin?,” tanyanya.

 

Untuk itu dalam hal ini pihaknya dipaksa untuk menggunakan aturan PP 18 tahun 2022, maka ini tidak menjadi etis bagi pihaknya. Sebab dalam menentukan UMK pemerintah seharusnya melakukan rembuk. “Perbandingan PP 36 dengan PP 18 itu baiknya signifikan, sebesar Rp 200 ribu lebih. Kami akan melakukan penangguhan. Itu pasti. Kami juga punya kuasa hukum di pusat, kami menunjuk Profesor Indrayana yang sudah masuk ke MA,” ucapnya.

Terkait Yudisial review pihaknya sedang menunggu dari Apindo. Sebab pihaknya menginginkan agar pemerintah daerah bersikap bijak dalam hal ini. “Kalau kacamata kami UMK ini naik di tengah badai pandemi Covid-19. Kami khawatirkan bakalan ada gelombang PHK, saya tidak bisa mencegah itu,” tegasnya.

Jika tidak ada peran serta pemerintah, PHK ini akan menjadi dampak se-nasional. Tak hanya itu, peralihan tenaga manusia ke mesin juga akan menjadi dampak dari kenaikan UMK. “Jangan sampai larinya ke mesin semua, kita khawatir. Bagaimana anak mahasiswa yang baru lulus kuliah? Sementara KIPI nanti akan membutuhkan 30.000 tenaga kerja. Tapi apakah pengusahanya sanggup dengan upah begini?,” tuturnya.

Penerapan PHK ini pun didengar pihaknya akan dilakukan oleh beberapa perusahaan di Tarakan. Namun hal ini menjadi perhatian pihaknya. Meski begitu, pihaknya akan tetap mengikuti aturan yang ada saat ini, sebab pihaknya tak bisa seperti pekerja yang turun ke jalan. “Kami tidak punya banyak orang, nggak etislah. Jadi istilahnya butuh turun ke jalan, kami naik ke MK,” ucapnya.

Apapun yang menjadi kebijakan pemerintah memiliki risiko. Sehingga dalam hal ini pemerintah harus bersedia menanggung risiko PHK. “Saya tidak mengancam, tapi pasti ada dampak. Ada komitmen dong pemerintah, jangan semua dibebankan oleh pengusaha,” jelasnya.

Sementara itu sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Kehutanan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPC SP.K.SPSI) Tarakan, Jonter Manalu mengatakan bahwa pembahasan UMK pada 8 Desember 2022 merupakan pembahasan terakhir. Sehingga pihaknya menginginkan agar diakhir November 2022 ini telah terjadi final terhadap pembahasan UMK.

“Karena memang kami mengacu pada Permen nomor 18 tahun 2022 dimana provinsi sudah menetapkan UMP. Maka kami harapkan agar apa yang ditetapkan provinsi, minimal diikuti Tarakan,” katanya.

Dengan adanya Permenaker 18 tahun 2022 maka membuat angka UMK naik. Sebab pihaknya berpatokan bahwa nilai konstan berada pada 0,10 persen hingga 0,30 persen. “Indikatornya itu adalah pertumbuhan ekonomi dengan inflasi setelah itu dirumuskan dengan indikator penerapan tenaga kerja disuatu daerah. Jadi terdapatlah nilai konstan itu,” ucapnya.

Dalam hal ini pihaknya mengharapkan angka UMK minimal setara dengan kenaikan UMP yang telah ditetapkan, yakni meningkat Rp 230.000. “Kami tidak muluk-muluk minta seperti itu. Saya pikir pemerintah tidak berpihak kepada buruh karena dua tahun ini kita tidak ada kenaikan yang signifikan, karena dua tahun lalu kita tahu kondisi ekonomi kita,” tuturnya.

Angka UMK Tarakan 2022 ini tidak cukup untuk pemenuhan biaya di Tarakan. “Kami berharap angkanya itu di 0,30 kalau dirupiahkan itu sekitar Rp 270.000-an. Kami mengacu di situ. Karena memang kalau dari pihak Apindo atau pengusaha, mereka tidak sepakat. Tapi ini karena menolak di permenaker itu,” ujarnya. (shy/eza)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X