Soal Komisi Udang, Petambak-Pengepul Ngaku Merugi

- Kamis, 29 September 2022 | 11:07 WIB
SORTIR PRODUK: Seorang pekerja di salah satu pos pembelian udang menyortir udang yang dibeli dari petambak. (FOTO: IFRANSYAH/RADAR TARAKAN)
SORTIR PRODUK: Seorang pekerja di salah satu pos pembelian udang menyortir udang yang dibeli dari petambak. (FOTO: IFRANSYAH/RADAR TARAKAN)

Meski harga udang telah disepakati naik, namun hingga saat ini persoalan komisi udang di Tarakan masih berpolemik. Hal itu lantaran adanya perbedaan versi petambak, pengepul atau supplier dan eksportir alias pemilik cold storage. (Pos Pembelian) dan Pabrik. Seperti diketahui, di Kaltara, dalam hal jual beli udang berlaku 2 nilai. Pertama, nilai barang atau harga. Kedua, nilai di luar harga atau komisi.

Ketua Apindo Kaltara, Peter Setiawan mengakui jika adanya penurunan komisi udang usai disepakati kenaikan harga udang. Kendati demikian, ia meluruskan jika penurunan komisi tersebut hanya berlaku pada pengepul, namun tidak pada petambak yang menjual langsung ke eksportir atau cold storage.

“Yang turun itu bukan ke petambaknya, yang turun itu ke supplier-nya. Karena supplier ini nakal juga. Dia banyak campur udang, ada airnya. Yang (hadir) di pertemuan kemarin kan petambak, semua bukan supplier. Kemarin kan kita sepakat harganya ditambah Rp 15 ribu, tapi yang beredar malamnya itu khusus untuk pos, bukan petambak,” ujarnya, Rabu (28/9).

Dijelaskannya, sejauh ini pihaknya banyak menemukan oknum pengepul yang berlaku lain. Misalnya dalam hal penyortiran ukuran udang. “Kemarin kami ada rapat kan, kenapa komisi ke pos (pengepul) turun, karena berdasarkan pertimbangan adanya campuran air dan udang, sehingga kami dirugikan. Kalau ada pos nakal ngapain dibeli, kalau ada pos keberatan bisa nego ke pabrik (eksportir). Jadi kita enak berbisnis, tidak ada keterpaksaan,” bebernya.

Sehingga dengan praktik itu dinilai sangat meresahkan eksportir. Sehingga pihaknya tidak menurunkan komisi petambak dengan harapan petambak dapat menjual langsung hasil panennya di pabrik. Kendati demikian, ia mengakui jika sebagian petambak juga memiliki pengepul dan sebagian petambak menggantungkan permodalannya kepada pengepul.

“Tidak ada penurunan komisi kepada petambak yang menjual langsung kepada kami. Malah bagus kalau bisa semua petambak jualnya langsung ke pabrik,” terangnya.

Sementara itu, Henri salah satu petambak di Tarakan membantah keterangan tersebut. Ditegaskannya petambak tetap mengalami dampak penurunan komisi. Bahkan dijelaskannya, saat pertemuan tidak ada perjanjian penurunan komisi. Sehingga ia merasa kebijakan menurunkan komisi melanggar komitmen dalam kesepakatan yang dilakukan beberapa waktu lalu di Pemkot Tarakan.

“Tidak benar, justru komisi malah turun. Justru komisi di pos pembelian lebih bagus daripada jual ke pabrik. Justru adanya kenaikan harga udang penghasilan petambak malah turun. Itu kan keluar dari komitmen pertemuan kemarin. Bahkan tidak ada tuh perjanjian komisi diturunkan,” tukasnya.

“Terus terang kebijakan ini membuat kami petambak malah buntung, di tabel harga komisi dari pabrik juga turun, jadi orang lebih baik jual ke pos. Siapa mau jual kalau tahu komisi-nya murah ke sana. Buat apa kita jual ke pabrik, sementara harga di pos saja lebih tinggi daripada pabrik. Selain itu sebagian petambak juga bergantung sistem permodalan dari pos. Jadi ada sistem mengikat antara petambak dan pos udang,” jelasnya. 

Senada, Suryadi Sangkala mengatakan, kebijakan dari Apindo akan berdampak kepada petambak bahkan saat petambak menjual langsung hasil panennya ke pabrik. Dijelaskannya sejauh ini pabrik tidak pernah memberi komisi ke petambak lebih besar dari pengepul.

“Kalau penurunan komisi itu semua yang kena, kalau pabrik naik, semua naik, kalau turun berdampak sampai ke petambak. Kalau tidak naik untuk petambak, tidak benar kalau penurunan komisi pada pos tidak berlaku pada petambak. Buktinya petambak juga mengeluh komisi turun,” terangnya.

“Tidak ada petambak yang menjual langsung mengaku komisi-nya normal, justru pabrik bayar lebih murah. Bisa dibuktikan,” ungkapnya.

Diungkapkannya, bahkan pengepul berani membayar komisi jauh lebih besar dari yang pabrik berikan kepada petambak. “Bahkan pabrik salah satu contoh ngasih komisi ke pos Rp 50 ribu, kemudian pos memberi ke mitranya lebih besar. Pos-pos itu ada tingkatannya contoh Mustika sebagai pabrik, membeli udang dari supplier ketiga yang membeli dari supplier kedua. Supplier kedua ini membeli dari supplier langsung. Supplier langsung membeli dari petambak. Jadi kalau misalnya pabrik memberi komisi Rp 50 ribu ke pos, pos bisa memberi komisi Rp 80 ribu sampai ke petambak,” pungkasnya. (*/zac/lim)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X