Praktik tambang emas ilegal yang baru saja diungkap Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara) berada di atas lahan konsesi dua perusahaan kelapa sawit, salah satunya PT Bulungan Surya Mas Pratama (BSMP). PT BSMP yang memegang izin usaha pemanfaatan lahan telah membuka perkebunan sejak 2005 lalu.
Rudy selaku direktur utama PT BSMP mengatakan, ketika perkebunan mereka mulai berproduksi, muncul permintaan dari masyarakat, agar dibuka tambang di lahan konsesi. “Berjalannya waktu pertama dikerjakan oleh pihak desa, namun enggak lama masuk orang dari luar, hingga ada izin tambang keluar di atas area sawit. Yaitu punya PT Banyu Telaga Mas (BTM),” katanya, Kamis (12/5).
Pemerintah daerah memfasilitasi rapat pertemuan terkait amdal terhadap izin PT BTM yang diketahui terbit pada 2018 lalu. Namun pihaknya saat itu menolak, lantaran tidak ada koordinasi dan pembicaraan lebih dulu. Apalagi saat itu kelapa sawit yang ditanam sudah berproduksi.
“Investasi kami ini sudah banyak. Tapi berlangsungnya waktu, izin amdal dan izin usaha pertambangan (PT BTM) keluar. Jadi kita heran. Kalau enggak salah itu terjadi di tahun 2017 dan kami sempat komplain kenapa izin itu keluar,” bebernya.
Pihaknya pun mempertanyakan komitmen pemerintah atas kepastian hukum terhadap usahanya. Rudy menyebut nilai investasi PT BSMP di Bulungan sekira Rp 400-500 miliar. “Jadi mereka sudah pakai lebih dari ratusan hektare dan itu semua tanaman sawit semua dan rusak semua. Padahal sawit itu sudah berbuah dan dirusak begitu saja. Adil atau tidak?” tanyanya.
“Kalau Rp 100-an miliar adalah (kerugian PT BSMP). Sawit itu tidak murah, 1 hektare itu estimasi ada Rp 80 juta. Jadi boleh atau tidak ditanam terus dirusak begitu saja,” lanjutnya.
Keresahan yang dirasakan pihaknya berkali-kali disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait. Ia juga pernah membawa permasalahan itu dalam sebuah rapat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Rapat yang digelar tiga kali itu memutuskan jika penanganan diserahkan ke satgas di Kaltara.
Sejak saat itu, sumir informasi mengenai penanganannya. Keresahan lain yang dirasakan, yakni aktivitas pertambangan yang mengabaikan begitu banyak prosedur tambang yang aman. “Anggota kami pernah jatuh masuk ke lubang galian tambang. Jadi penambang habis menggali, selanjutnya main tinggal begitu saja. Kalau pihak kebun sawit yang kena korban bagaimana, nanti menyalahi aturan K-3 lagi,” imbuh Rudy.
Pihaknya pun berharap pengungkapan oleh kepemimpinan Polda Kaltara saat ini menjadi momentum yang menunjukkan kepastian hukum terhadap dunia investasi di Kaltara. “Yang saya pertanyakan antara izin BTM dengan saya pemegang izin sawit, sampai saat ini masih eksis sawit itu dan kenapa sekarang ini BTM sudah seenaknya boleh bekerja,” sebut Rudy.