TANJUNG SELOR - Pemkab Tana Tidung (KTT) masih kesulitan dalam pemungutan pajak Sarang Burung Walet (SBW) dari para peternak walet. Karena, peternak walet tidak menyampaikan secara jujur dengan apa yang didapatkan. Persoalan lain dalam hal pengiriman hasil walet. Terkendalanya di Karantina, dan setibanya di tempat Karantina belum bisa diterapkan retribusi karena belum ada formulasi aturan yang mengikat itu.
"Kita minta tadi, kalau itu ada perda dalam menarik retribusi kalau bisa jangan hanya setelah tiba di Tarakan. Karena penghasil terbanyaknya ada di KTT," ungkap Bupati KTT Ibrahim Ali. Jadi kata dia, dalam mengeluarkan regulasi, memang harus betul-betul dimatangkan, atau dipetakan, sehingga pembagian hasilnya bisa merata. "Termasuk di KTT, kita harus mendapatkan hak juga, karena peternak terbanyak ada di KTT," ungkap Bupati seraya menambahkan penghasil walet di KTT dalam sebulan bisa mencapai 300-500 kilogram. Langkah yang dilakukan kedepannya, akan diakomodir lewat Perusahaan Umum Daerah (Perumda) yang akan bekerjasama dengan stakeholder terkait.
"Karena kalau perumdanya sudah dibentuk, penarikan pajaknya bisa melalui perumda, dan ini akan lebih memudahkan," pungkasnya.
Sebelumnya, retribusi setiap peternak sarang walet bervariasi. Di KTT, penarikannya sekitar 10 persen. Dengan adanya regulasi baru, nantinya akan mengatur pemerataan batas penarikan retribusi setiap daerah. "Mengenai itu, nanti kita lihat bagimana mekanismenya. Karena dalam perda kita tarifnya itu masih 10 persen. Terpenting perumdanya yang akan kita tuntaskan terlebih dahulu," tukasnya. (mts)