Agar Tidak Korupsi, Gaji Kepala Daerah Sebaiknya Tinggi

- Selasa, 18 Januari 2022 | 20:26 WIB

JAKARTA - Masih terus terjadinya penangkapan kepala daerah dengan tuduhan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Perlu diambil kebijakan konkret untuk mengatasi situasi ini.

“Dua hal penting menurut saya, yakni menetapkan gaji yang tinggi untuk kepala daerah, dan kebijakan larangan kepada parpol untuk ikut dalam pilkada, ketika kadernya yang kepala daerah tersangkut kasus korupsi,” kata Direktur Eksekutif Brand Politika Eko Satiya Hushada, Senin  (17/1/2022). 

Usulan ini diungkapkan Eko, terkait tertangkapnya Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM), dalam operasi tangkap tangan (OTT) di sebuah mall di Jakarta Selatan, Kamis (13/1/2022). AGM tertangkap bersama sejumlah pejabat PPU, bendahara DPD Demokrat Balikpapan dan orang dekatnya. 

Eko mengaku miris dengan masih terus terjadinya penangkapan kepala daerah oleh KPK. Sebelumnya Bupati PPU AGM, Walikota Bekasi Rahmat Effendi juga ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT), pada Rabu (5/1/2022) lalu. “Kok nggak kapok, udah banyak kepada daerah yang tertangkap?! Ini kan harus diatasi, karena sudah kronis persoalannya,” tegas Eko. 

Jika ditarik ke belakang, menurut direktur eksekutif lembaga survei dan konsultan politik ini, korupsi terjadi karena biaya pilkada memang tinggi. Sehingga ketika menjabat, dimanfaatkan untuk mencari peluang mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan untuk pilkada. 

“Biaya pilkada mahal ini juga harus jadi perhatian. Ini juga dosa parpol yang membebankan dana yang tidak sedikit kepada mereka yang perlu perahu parpol untuk bisa mencalonkan. Belum lagi biaya operasional hingga politik uang untuk belanja suara. Memang kronis persoalannya,” tegas Eko.

Untuk mencegah terjadinya korupsi oleh kepala daerah, Eko mengusulkan dua hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, yakni memberi gaji yang tinggi kepada gubernur, walikota dan bupati. Dengan gaji yang tinggi, diharapkan kepala daerah tidak lagi punya nafsu untuk korupsi. Namun jika tetap terjadi korupsi, maka beri hukuman yang tinggi pula.

“Beri gaji, misalnya Rp500 juta atau bahkan Rp1 miliar per bulan, bersih. Dituntut untuk fokus urus daerah, urus rakyat. Gaji sebesar itu lebih dari cukup. Jangan korupsi lagi. Kalau masih juga korupsi, beri hukuman yang tinggi juga, seumur hidup bahkan bisa hukuman mati,” ujar Eko. 

Saat ini, menurut Eko, gaji kepala daerah tidak masuk akal. Ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2000, Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1980 Tentang Hak Keuangan/Administratif Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dan Bekas Kepala Daerah/Bekas Wakil Kepala Daerah Serta Janda/Dudanya Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1993.

Dalam PP tersebut diatur, gaji pokok gubernur adalah sebesar Rp3 juta. Sementara wakil gubernur sebesar Rp2,4 juta. Sedangkan Walikota/bupati sebesar 2,1 juta, dan wakilnya sebesar 1,8 juta. 

Selain gaji pokok, kepala daerah juga menerima tunjangan jabatan. Untuk gubernur Rp5,4 juta, wagub Rp4,3 juta, walikota/bupati Rp3,7 juta dan wakilnya sebesar Rp3,2 juta. “Di luar gaji pokok dan tunjangan jabatan, ada lagi tunjangan operasional. Besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah. Tapi ini bukan full untuk kepala daerah,” ujar Eko. 

Sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah disebutkan,  biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Untuk gubernur dan wakilnya, masih menurut PP 109/2000, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan rincian, PAD sampai dengan Rp15 miliar, maka tunjangan operasionalnya paling rendah Rp150 juta dan paling tinggi sebesar 1,75%;

Sementara jika PAD nya di atas Rp15 miliar hingga Rp50 miliar, maka tunjangan operasionalnya paling rendah rendah Rp262.5 juta dan paling tinggi sebesar 1%. Untuk PAD di atas Rp50 miliar sampai Rp100 miliar, maka tunjangan operasionalnya paling rendah Rp500 juta dan paling tinggi sebesar 0.75%;

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X