3 Anak Penganut Saksi Yehowa Tak Naik Kelas 3 Tahun, Dicurigai Motif Lain, Bukan Intoleransi

- Rabu, 24 November 2021 | 14:51 WIB
GUGAT SEKOLAH: Ayub Tumbonat saat ditemui Radar Tarakan dikediamannya pada Selasa (23/11).FOTO: YEDIDAH/RADAR TARAKAN
GUGAT SEKOLAH: Ayub Tumbonat saat ditemui Radar Tarakan dikediamannya pada Selasa (23/11).FOTO: YEDIDAH/RADAR TARAKAN

TARAKAN - Kasus tiga siswa SDN 051 Tarakan yang tak naik kelas selama 3 tahun berturut-turut masih dalam proses perundingan pemerintah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kaltara dan Komisi Perlindungan  Anak Indonesia (KPAI). Pada pertemuan kemarin (23/11), orang tua anak maupun kuasa hukumnya tak hadir.

Pertemuan Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan bersama LPMP Kaltara dan KPAI juga menghadirkan beberapa guru termasuk guru agama dan mantan kepala SDN 051 Tarakan. Sebelumnya pertemuan itu, dilakukan wawancara tatap muka guru agama yang bernama Debora Pademme' dan mantan Kepala SDN 051 Tarakan, Kamal selama satu jam lebih. Selama proses wawancara dilakukan, pihak-pihak yang tidak berkepentingan maupun yang dianggap tidak ikut dalam permasalahan tersebut dilarang ikut berunding. Kepala LPMP Kaltara, Dr. Jarwoko mengungkapkan bahwa tugas pertama pendidikan antara orang tua dan guru ialah mengabdi untuk kepentingan peserta didik, sehingga dalam hal ini orang tua maupun guru harus bekerja sama dalam memikirkan kepentingan peserta didik. “Sekolah diikat aturan, mungkin juga orang tua di sini memiliki sebuah keyakian. Disini ada anak kita yang masih punya masa depan panjang dengan tujuan agar ke depannya bisa bermanfaat untuk orang-orang sekitar. Anak kita 3 tahun berturut-turut tidak naik, mari kita berpikir apakah ada solusi alternatif bahwa anak ini tetap mendapatkan pendidikan yang baik tanpa dipersyaratkan keputusan pengadilan?” ungkap Jarwoko, Selasa (23/11).

Ia juga mengungkapkan bahwa pada dasarnya tidak ada anak yang nakal, namun anak menjadi nakal karena menjadi korban persoalan lingkungan. Menyoal permasalahan tiga anak tersebut, dikatakan Jarwoko pemerintah saat ini menyiapkan 6 mata pelajaran agama, namun bukan berarti pemerintah menghalangi penganut kepercayaan di luar 6 tersebut. Jika masyarakat membutuhkan, pemerintah hadir untuk menyediakan.

“Tapi kalau kebutuhan masyarakat di luar itu kami belum bisa menyediakan, dengan kata lain pemerintah baru menyediakan 6 kurikulum agama, maksudnya cabang yang berbeda jika bisa diakomodir memilih salah satunya boleh, tapi faktanya banyak yang berbeda tapi ada yang akomodatif yang bertahan dengan keyakinan dan tidak mau. Kalau ternyata ada yang punya keyakinan berbeda dan tidak terakomodir dari yang disediakan pemerintah, maka ada jalan keluar yang tidak diatur secara jelas karena tidak tersedia kurikulum yang disediakan pemerintah,” beber Jarwoko.

Akhirnya, Jarwoko memilih untuk menyampaikan permasalahan tersebut kepada Kemendikbudristek mengenai peluang siswa tersebut diserahkan kepada komunitas keagamaan terkait pembelajaran dan nilai agama. Sebab dalam hal ini negara hanya mampu melindungi dan memberikan ketersediaan hidup.

“Dalam hal ini sekolah atau Disdik mengajukan surat ke Kementerian melalui Ditjen Dikdasmen yang mengatur soal NPSK bagian dari standar isi pada mata pelajaran agama. Janga sampai anak-anak harus mengulang hal yang seharusnya tidak perlu diulang. Yang bermasalah ini dinilai agama, maka nilai agama ini akan dimintakan pada komunitasnya. Lalu Ditjen menjawab sebaiknya diserahkan saja ke komunitas untuk pelajaran agama biar tidak menjadi beban, jangan sampai anak-anak mandek menunggu sengketa. Tapi ini tidak bisa menjadi jaminan semua bisa berpendapat, solusi itu bisa dijalankan kalau kedua belah pihak mau menerima,” ucapnya.

Komisioner KPAI, Retno Listyarti, M.Si, menerangkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kemendikbud. Atas permasalahan tersebut, Retno mengatakan bahwa pihaknya tidak menganggap pengadu 100 persen benar, sebab pihaknya datang untuk melakukan konfirmasi dan mencari jalan keluar demi kepentingan anak-anak. “Kami sudah bertemu dengan kuasa hukum, orang tua dan anak-anak untuk berbicara. Orang tua dan siswa ini hanya ingin naik kelas dan ganti kelas dengan suasana yang baru. Itu saja,” ungkap.

KPAI dalam hal ini berkonsentrasi pada anak. Sebab itu pihaknya ingin perlindungan masa depan terhadap anak. Pemerintah dalam hal pendidikan berkewajiban memberi dukungan 9 tahun pendidikan terhadap anak. Hanya ketiga anak tersebut secara psikologi kehilangan selera belajar. “Bayangkan selama 3 tahun berturut-turut mereka menjabat, tidak ada kesulitan belajar karena diulang-ulang pembelajarannya. Kami dapat informasi bahwa terjadi gugatan kembali, ini pilihan terakhir. Kami akan meminta kepada pihak keluarga untuk menyelesaikan gugatan, mari hentikan semua ini dan menghormati semua perbedaan. Anak tidak bisa memilih agama selama belum berusia 18 tahun, jadi jangan beri tekanan, kitalah yang harus memahami,” ucapnya.

Usai pembahasan tersebut, Jarwoko menjelaskan bahwa pada prinsipnya pihaknya mendahulukan kepentingan peserta didik dengan upaya agar dapat naik kelas. “Jadi posisi sekarang, misalnya yang kelas 5 naik menjadi kelas 6. Nanti ada ketentuan misalnya nilai yang kurang harus diperbaiki, jadi ada ujian yang dikompromikan agar tidak bertentangan dengan kedua belah pihak,” bebernya.

Dalam hal ini siswa tersebut akan menjalani remidial atau yang biasa dikenal dengan ujian ulang. Nilai pengetahuan anak sudah baik, hanya nilai sikap serta keterampilan anak yang masih kurang dan menjadi tanggung jawab sekolah. “Dalam hal otoritas nilai, guru yang akan menilai. Agama di pengetahuannya baik,” katanya.

Jika diserahkan ke komunitas, dikatakan Jarwoko tidak serta merta menjadi kebijakan dinas. “Kalau menteri memenuhi kebutuhan pelayanan bagi pendidikan agama untuk anak-anak yang tidak dapat dilayangkan seperti yang disediakan Kemendikbudristek. Ini semestinya bukan kasus lokal, tapi kasus nasional, jadi memang apa pun kita harus mengakui hak-hak keyakinan ini urusan pribadi. Sebenarnya negara menyediakan pendidikan yang terbatas pada 6 agama, ini adalah upaya negara untuk memberikan pelayanan,” ujarnya.

Tegas dia, ini bukan intoleransi. Melainkan sekolah menjalankan sebagaimana tugas dan fungsinya. “Intoleransi itu orang tidak menerima 6 agama yang diakui itu. Justru kadang-kadang malah kita bisa terbalik kalau orang tidak menghargai pandangan orang lain. Sebenarnya dalam prinsip hidup kita bebas berbuat apa saja, tapi tidak bebas memenuhi konsekuensinya. Kalau tidak mau, ya itu konsekuensi, bukan intoleransi,” ujarnya.

Dijelaskan Jarwoko, dalam persengketaan kedua belah pihak harus menyepakati. Jika tidak, maka dapat melalui jalur pengadilan. “Kami tidak bisa memaksa seseorang untuk mengikuti. Kalau tidak bersepakat silakan berjalan terus. Semuanya bersyarat, kami sudah peduli terhadap anak, tapi ada orang yang punya hak atas anak itu (orang tua). Kalau tidak mau, maka orang tua akan menghadapi konsekuensinya. Ini belum inkrah, kalau keputusannya nanti bagaimana ya kita ikuti, meskipun sekarang ada keputusan darurat untuk menyelamatkan anak,” jelas Jarwoko.

Retno menimpali bahwa dalam mata pelajaran agama terdapat tiga hal yang dinilai, yakni praktik, pengetahuan dan sikap. Dalam hal ini siswa sudah memiliki nilai pengetahuan dan sikap yang baik. Sisanya akan diserahkan kepada guru. “Kami mengapresiasi kemajuan dari hari ini (kemarin, Red), meskipun besok (hari ini) baru difinalkan, tapi sudah mulai mengerucut. Sudah ada iktikad baik pemerintah. Kepentingan anak yamg jadi utama, dengan ini ada solusi. Tadi sempat dibicarakan bahwa ke depan nanti apakah pengetahuannya pada guru di sini, tapi praktik apakah memungkinkan dilakukan di tempat ibadah si anak,” ucapnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X