TARAKAN – Kondisi stok beras yang ada di Badan Urusan Logistik (Bulog) Tarakan saat ini masih mencukupi sampai bulan enam bulan ke depan. Total untuk saat ini masih ada 1.861 ton yang operasional berasnya diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu.
Hal tersebut dijelaskan Kepala Bulog Tarakan Syarifuddin Sila kepada Radar Tarakan kemarin (21/9). Dari 1.861 ton yang tersedia, penyaluran ke masyarakat kurang mampu di Kota Tarakan per tiap bulannya mencapai 99 ton. “Setiap bulannya ada 99 ton raskin yang yang disalurkan Bulog Tarakan kepada masyarakat Tarakan. Tapi terkadang ada pula penyaluran yang dilakukan oleh dinas sosial dalam membantu masyarakat miskin,” jelas Syarifuddin.
Bila diestimasikan dengan stok yang ada saat ini, Syarifuddin mengaku masih aman. Bulog pun selalu berkoordinasi dengan Bulog di tingkat pusat jika diperkirakan dalam kurun tiga bulan ke depan sudah mengalami kekurangan. “Bulog Tarakan selalu tersedia stok beras operasional untuk tiga bulan ke depan. Memang saat ini penyaluran yang dilakukan oleh Bulog Tarakan khusus raskin, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan Bulog Tarakan juga melakukan operasi pasar kepada masyarakat luas, ketika terjadi lonjakan harga di pasaran yang cukup tinggi,” ungkapnya.
Operasi pasar dilakukan bila ada kebijakan dari pemerintah untuk menetralisir harga beras yang terjadi peningkatan, dengan harapan agar harga dapat normal kembali. Tidak mutlak hanya raskin saja yang disalurkan Bulog Tarakan.
Di sisi lain, ketersediaan beras di Kota Tarakan saat ini juga mendapat bantuan dari Komando Distrik Militer (Kodim) 0907 Tarakan. Dikatakan Komandan Kodim 0907 Letkol Inf Singgih Pambudi Arianto, pihaknya menempuh kebijakan sebagai pendamping bagi petani yang ada di kota ini, dalam upaya peningkatan ketahanan pangan. Hal ini juga merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi Dodo untuk meningkatkan ketahan pangan secara nasional.
Dijelaskannya, program ketahanan pangan merupakan kerja sama dengan Kementerian Pertanian pada tingkat pusat dengan TNI Angkatan Darat (AD), sementara di tingkat daerah seperti di Tarakan, stakeholder utama diemban oleh Dinas Perternakan dan Tanaman Pangan (Disnaktan). “Upaya pendampingan kepada petani ini perlu dilakukan, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang bila tidak tercukupi akan mengancam ketahanan nasional,” jelas Singgih kepada Radar Tarakan kemarin (21/9).
Lebih jauh dikatakan Singgih, ketersediaan pangan yang mencukupi merupakan salah satu aspek ketahanan nasional. Menurutnya, saat ini untuk Kota Tarakan belum mampu mencukupi kebutuhan pokok secara mandiri, terutama untuk tiga komoditas yaitu padi, jagung, dan kedelai, yang kebanyakan masih dikirim dari luar Tarakan. “Saat ini jumlah penduduk Tarakan hampir sekitar 240 ribu jiwa. Bila dilihat dari ukuran normal, dalam setahun setiap orang membutuhkan beras 113 kilogram. Bila dihitung dengan jumlah penduduk yang ada, kebutuhan akan beras sekitar 31 ribu ton setiap tahunnya,” ungkap Singgih.
Sementara saat ini di Tarakan baru ada sekitar 33 hektare sawah, dalam artian jika berhasil selama setahun, ada sekitar 400 ton padi yang dihasilkan dari sawah yang ada di Tarakan. Jumlahnya jelas jauh dari kebutuhan per tahun warga Tarakan, yakni baru mencukupi sekitar 1,5 persen dari total kebutuhan mencapai 31 ribu ton. “Secara nasional ketahanan pangan untuk setiap daerah perlu ditingkatkan, termasuk di Kota Tarakan. Makanya Kodim 0907 selalu aktif melaksanakan upaya peningkatan ketahan pangan,” kata Singgih.
Mengenai pola persawahan, Singgih menuturkan ada dua cara yang layak dilakukan, yaitu melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Untuk upaya intensifikasi, pihaknya menugaskan Bintara Pembina Desa (Babinsa) bersekolah di Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur maupun di Kota Bogor, Jawa Barat. “Tujuan menyekolahkan Babinsa ini agar dapat meningkatkan keterampilan dalam penanaman, pemeliharaan, sampai dengan pemanenan padi, jagung, kedelai. Setelah Babinsa kembali ke Tarakan maka akan dilakukan pembinaan petani bersama Disnaktan,” jelasnya.
Sedangkan dari sisi ekstensifikasi, upaya yang dilakukan dengan cara perluasan lahan yang ada. Saat ini area yang diperuntukkan untuk pertanian terbatas, maka dilakukan pengoptimalan lahan-lahan tidak produktif menjadi produktif. Contohnya seperti sawah yang dibuka di belakang markas Kodim 0907 Tarakan seluas satu hektare yang sebelumnya adalah rawa. “Selain itu ada juga lahan di wilayah Juata Laut seluas 10 hektare yang masih dalam tahap proses untuk bisa dilakukan penanaman padi, dan rencananya akan dikerjakan dengan menggunakan alat berat,” kata Singgih yang sebelumnya bertugas sebagai Komandan Yonif 623/BWU Banjarmasin.
Namun sebelum membuka lahan untuk pertanian, kata Singgih, terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan pihak Disnaktan, untuk menindaklanjuti rencana lahan tersebut apakah layak atau tidak dijadikan lahan pertanian. “Perlu dilakukan survei oleh tim ahli dari Disnaktan, yang disurvei seperti kadar air, PH tanah, dan lain-lain, yang bisa menjadi patokan dan dasar untuk membuka suatu lahan pertanian,” jelasnya.
Berbicara tentang jumlah penduduk dengan ketahanan pangan, Singgih menyingung sedikit tentang teori Thomas Robert Malthus. Dalam teori yang dikenal dengan ‘Teori Malthus’, dijelaskan bahwa penambahan penduduk sesuai dengan deret ukur, sedangkan ketersedian pangan secara ekonomis bertambah menurut deret hitung. Sehingga apabila pertumbuhan penduduk tidak terkendali sementara ketersedian pangan tidak dilaksanakan dengan metode-metode yang baik, maka akan ada suatu titik kritis pangan. “Titik Kritis yang dimaksud adalah ketersedian pangan tidak bisa mengikuti jumlah dari pertambahan penduduk. Secara teoritis permasalahan seperti ini harus kita antisipasi,” ungkap Singgih.
Sebagai contoh, pada 2008 lalu, jumlah penduduk Kota Tarakan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 116.000 jiwa, dan dibandingkan tahun ini, terjadi penambahan penduduk menjadi 239.000. Singgih mengatakan, dari data BPS tersebut bisa dikatakan bahwa dalam rentan waktu tujuh tahun belakangan ini terjadi pertambahan jumlah penduduk sebesar 100 persen lebih untuk Tarakan. Sementara di tingkatan nasional, pertambahan penduduk sekitar antara 1,4 persen sampai 1,5 persen dalam setahun, hal ini disebabkan angka kelahiran yang cukup tinggi.
“Di samping angka kelahiran yang cukup tinggi, adanya migrasi dari luar yang menjadi salah satu faktor penyebab banyak jumlah penduduk, khususnya untuk Kota Tarakan. Dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi ini, maka pemerinta kota dituntut untuk mampu melaksanakan penyedian pangan, pelayanan kesehatan, kemudian lapangan pekerjaan dan sebagainya,” ujar Singgih.
“Hal ini tentunya harus menjadi pemikiran bersama untuk menyikapi masa depan, karena beban pemerintah kota akan terus bertambah. Jadi perlu dilakukan upaya sejak dini untuk menambah ketersedian pangan,” imbuhnya. (*/jnr/ash)