TANJUNG SELOR – Meski tidak melakukan investigasi kecelakaan speedboat SB Ryan trayek Tarakan-Sembakung. Namun, ada beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono mengatakan, beberapa orang investigator (peneliti) terpapar Covid-19, sehingga penyelidikan tidak bisa dilakukan. “Kita enggak jadi turun ke sana (Kaltara). Karena teman-teman investigator ada yang kena Covid-19. Jadi, belum bisa melakukan investigasi,” kata Tjahjono kepada Radar Kaltara melalui sambungan telepon, Minggu (20/6).
Namun demikian, ada beberapa rekomendasi yang diberikan KNKT. Untuk speedboat berkapasitas lebih dari 12 orang, pihaknya merekomendasikan agar kapal yang masih menggunakan mesin tempel dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium wajib diganti dengan mesin diesel dengan BBM jenis solar. “Setiap speedboat juga harus memiliki pintu darurat,” ujarnya.
Dalam hal ini pihaknya juga menekankan kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) untuk aktif melakukan pengawasan. Apalagi, speedboat nonreguler ini belum memiliki izin. “Insyaallah, Senin (hari ini, Red) rekomendasi akan kami sampaikan untuk dipublikasi,” ujarnya.
Sementara itu, Staf Kesyahbandaran Kelaiklautan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) kelas II Tanjung Selor, Mulyono saat dikonfirmasi memastikan bahwa rekomendasi KNKT terkait pintu darurat telah ditindaklanjuti di daerah. Namun, untuk pengalihan mesin tempel ke mesin diesel belum bisa ditindaklanjuti. “Kategori kapal penumpang high speed craft (HSC) atau kapal berkecepatan tinggi memang harus bermesin dalam. Tidak ada yang menggunakan mesin tempel,” ujarnya.
Namun, kata dia, kondisi geografis di wilayah Bulungan ini hanya bisa dilintasi kapal bermesin gantung. “Di sini (Bulungan) kan dangkal. Jadi, perlu ada kajian dahulu sebelum mesin tempel itu diganti,” ungkapnya.
Apalagi di sepanjang pesisir banyak permukiman warga, mesin dalam ini bisa menimbulkan gelombang tinggi. Bahkan bisa mencapai 2 meter. “Kecepatan kapal mesin dalam ini juga sangat tinggi dan perairan kita dangkal. Bisa enggak kapal mesin dalam melintas,” ujarnya.
Sekarang ini, kapal yang bisa melintas di perairan Bulungan hanya kapan mesin tempel saja dan itu pun masih kerap kandas. Apalagi bermesin dalam. Menyoal pengawasan speedboat, Mulyono mengatakan, terhitung sejak 9 Juni pengawasan tidak lagi menjadi kewenangan UPP melainkan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).
“Semua, speedboat nonreguler maupun reguler kewenangannya sudah dialihkan ke BPTD. Sekarang ini kami lebih fokus ke kapal non penumpang,” ujarnya. (*/jai/eza)