Kisah Anak Mantan PMI di Malaysia, Lari dan Menginap di Hutan Menjadi Rutinitas

- Jumat, 16 April 2021 | 09:55 WIB
BERBAGI KISAH: Supardi sedang berada di Nunukan membantu mantan pelajar CLC melanjutkan sekolahnya di Tanah Air./RIKO ADITYA/RADAR TARAKAN
BERBAGI KISAH: Supardi sedang berada di Nunukan membantu mantan pelajar CLC melanjutkan sekolahnya di Tanah Air./RIKO ADITYA/RADAR TARAKAN

Mengawal perjalanan anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) mantan pelajar Community Learning Center (CLC) Malaysia pada 2015 berbagi kisahnya.

RIKO ADITYA

DIA adalah Supardi, pemuda berumur 21 tahun ini adalah anak PMI mantan pelajar sekolah CLC Kunak lulusan tahun 2015. Supardi sesungguhnya lahir di Indonesia, tepatnya di Makassar, Sulawesi Selatan. namun sepekan lahir, ia langsung dibawa masuk ke Malaysia secara legal.

Di Malaysia, orang tua Supardi bekerja sebagai buruh sawit. Orang tua juga tumbuh dan besar di Malaysia. Sementara Supardi menetap di Malaysia hingga usia sekolah menengah pertama (SMP). Hingga akhirnya, menginjakkan kaki di Indonesia tahun 2015 sebelum melanjutkan ke sekolah menengah atas (SMA). “Sejak SD sudah ingin pulang, tapi saat itu kondisi sedang susah untuk saya bisa pulang, apalagi saya sendiri tidak punya dokumen yang lengkap,” ujar Supardi.

Supardi pernah menempuh sekolah dasar di Malaysia. Yang dipelajari, tentunya semua tentang pelajaran Malaysia. Ketika ujian masuk ke SMPT CLC, soal berubah menjadi pendidikan Indonesia. Beruntung sebelum masuk SMP, dirinya mendapatkan bimbingan beberapa minggu terkait soal ujian untuk masuk SMPT CLC.

“Saat itu, baru saya mulai pahami pelajaran Indonesia seperti IPS (ilmu pengetahuan sosial) dan IPA (ilmu pengetahuan alam). Ketika itu, saya hanya terkendala bahasa, karena bahasa Indonesia masih halus dibandingkan Malaysia,” tambah Supardi.

Secara perlahan, Supardi pun mengenal Indonesia. Selain sekolah di CLC selama 3 tahun, dirinya mengenal Indonesia melalui televisi. Untuk menjangkau saluran televisi Indonesia, mereka harus memiliki parabola. Jika punya parabola, bisa menonton saluran televisi Indonesia.

Itu pun ternyata kucing-kucingan dengan petugas di Malaysia. Jika ketahuan, parabola tersebut bisa saja diambil karena tidak diperbolehkan pemerintah Malaysia. Apalagi pemerintah Malaysia ketat dengan tidak akan membiarkan adanya PMI ilegal berada di ladang para pekerja.  “Petugas ini dadakan datangnya, bahkan saya sering lari ke hutan karena tidak punya dokumen. Kami para orang yang tidak punya dokumen terpaksa lari ke hutan bahkan harus menginap di hutan daripada ditangkap dan dipulangkan,” ungkap Supardi.

Bermalam di hutan bahkan sudah menjadi kebiasaan PMI Malaysia tak berdokumen. Kejadian itu sering dijalani Supardi setelah lulus SMP. Melanjutkan sekolah SMA di negeri sendiri, memang butuh proses juga karena melalui jalur beasiswa oleh CLC.

“Akibat ketakutan itu, biasanya kita lari selama 20 menit bisa sampai ke bukit, tempat bersembunyi. Di sana kita menginap bisa seharian, tidur di tenda yang dibuat seadanya. Karena terkadang petugas Malaysia melakukan pemeriksaan subuh, jika tidak menginap di hutan, mudah sekali kita untuk ditangkap,” tambah Supardi lagi.

Sejak kecil, Supardi mengaku memang tidak pernah memiliki paspor. Padahal mereka mengurus kepada manajer ladang atau perkebunan, bahkan harus membayar biaya mencapai RM 500 setara Rp 1,7 juta. Namun nyatanya paspor itu, tidak pernah dipegang oleh mereka.

Tepat pada tahun 2015, sampai di Tanah Air melanjutkan sekolahnya jenjang pendidikan SMA, Supardi tak khawatir lagi untuk berlari ke hutan. Tahun 2015, supardi melanjutkan sekolah di SMA Albidayah, Bandung Barat. Meski sudah berada di Indonesia, rasa trauma terkadang masih datang ketika dirinya bertemu dengan petugas.

Lantas Supardi berkuliah di  Politeknik Negeri Sriwijaya di Palembang. Ia juga bertugas mengawasi mantan pelajar CLC di Nunukan yang hendak melanjutkan sekolah ke daerah masing-masing. “Sekolah saja kata orang tua, kalau urusan biaya, itu urusan kami. Itu pesan orang tua saya, dari situ saya tekat belajar sangat tinggi, saya ingin jadi dosen,” kata Supardi dengan mata berkaca-kaca.

“Indonesia memperhatikan kami yang ada di sana (Malaysia) padahal kami sempat kehilangan harapan untuk mendapatkan masa depan yang baik. Tapi dengan adanya guru-guru Indonesia di  CLC, memberikan kami bukti, perjuangan dan peluang buat kami untuk masih punya harapan untuk bisa meraih cita-cita,” beber Supardi. (***/lim)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X