TANJUNG SELOR – Meski akses melalui jalur darat dari perbatasan Kabupaten Berau, Kaltim menuju Kabupaten Bulungan, Kaltara telah diperketat seiring dibentuknya posko penanganan Covid-19 di Kilometer (Km) 57, namun pintu masuk melalui jalur laut di Pelabuhan Kayan II, Tanjung Selor dinilai masih longgar.
Kepala Pos Pelabuhan Kayan II Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas II Tanjung Selor, Mulyono mengakui bahwa sampai saat ini pengawasan masih longgar. Bahkan hingga kemarin tidak ada tim Satgas bersiap di pelabuhan yang berlokasi di Jalan Sabanar Lama tersebut. "Kita berharap sama seperti jalur darat. Ada posko yang dibentuk di sini (Pelabuhan Kayan II)," kata Mulyono kepada Radar Kaltara, (21/2).
Artinya, pencegahan dan pengawasan bukan hanya berlaku bagi pelaku perjalanan melalui jalur darat. Tetapi pelaku perjalanan melalui jalur laut juga harus diantisipasi. "Transmisi lokal harus jadi perhatian juga," ujarnya.
Apalagi sampai saat ini kasus Covid-19 di Bulungan banyak terkonfirmasi melalui transmisi lokal. "Siapa yang bisa menjamin kalau orang yang masuk ke Bulungan dari Tarakan itu bukan orang dari luar daerah. Apalagi Tarakan merupakan daerah transit," ungkapnya.
Mulyono menilai bahwa pelabuhan dan bandara merupakan pintu ekonomi. Sehingga perlu adanya posko yang dibangun di pelabuhan. “Kalau dari kami (UPP) pada prinsipnya tetap melakukan pengawasan terkait penerapan protokol kesehatan (prokes),” bebernya.
Kemudian, speedboat juga rutin disemprot disinfektan. Dalam hal ini pihaknya juga meminta agar seluruh nakhoda turut berperan aktif mengawasi penumpang selama perjalanan. “Kalau sudah lepas dari pelabuhan kita sudah tidak bisa mengawasi. Jadi, kita minta nakhoda berperan aktif. Selama di dalam speedboat penumpang wajib menjaga jarak dan menggunakan masker,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BPBD Bulungan, Ali Fatokah menambahkan, untuk posko penanganan Covid-19 di pelabuhan memang sudah ada rencana ke sana. Namun, hal ini akan dibahas lebih lanjut dengan tim satgas. “Iya, rencananya seperti itu. Tetapi, keputusannya seperti apa. Kita tetap menunggu hasil rapat,” ujarnya.
Nantinya, setelah posko dibentuk setiap pelaku perjalanan akan diwajibkan membawa surat keterangan bebas Covid-19 dengan menunjukan hasil rapid test antigen nonreaktif. “Kalau tidak membawa rencananya akan langsung dilakukan rapid antigen di posko,” ujarnya.
Namun demikian, hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam rapat, termasuk pengadaan bahan rapid test antigen. “Iya, kita bahas dulu. Rencananya, Selasa (23/2) kita akan rapat,” ungkapnya.
Tracking Gunakan Rapid Antigen
Sementara itu, sejumlah upaya terus dilakukan pemerintah untuk menekan laju penambahan kasus konfirmasi positif virus corona atau Covid-19 di Indonesia, khususnya di Kalimantan Utara (Kaltara). Salah satu yang dilakukan, yakni dengan melakukan tracking (pelacakan) terhadap kontak erat dari pasien yang dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, yang menjadi kendala di lapangan, hasil swab PCR yang dilakukan oleh petugas tracking sering terlambat.
Bahkan, ada yang sampai 10 hari setelah dilakukan swab, hasilnya belum juga keluar. Akibatnya, orang-orang yang diswab tersebut jadi serba salah untuk beraktivitas dan merasa terkucilkan di lingkungannya. "Aku (saya, Red) sempat diswab, tapi hasilnya belum keluar-keluar. Inilah bingung, mau turun kerja, takut nanti pas keluar hasilnya positif," ujar sumber yang enggan namanya dikorankan kepada Radar Kaltara, Minggu (21/2).
Dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara, Usman mengatakan, saat ini sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menyatakan dengan menggunakan rapid antigen sudah dapat mendiagnosis Covid-19 saat melakukan tracking.