PROKAL.CO,
NUNUKAN - Keberadaan hutan mangrove Belagaone yang terletak di Nunukan Selatan, tentunya akan menjadi rumah baru bagi para bekantan. Sayangnya, keberadaan mereka di area hutan tersebut terancam, diduga karena ulah oknum pemburu.
Kepala Disparpora Nunukan, Syafaruddin tak menampik saat ditanyakan perburuan bekantan. Sayangnya oknum tidak diketahui keberadaannya. “Memang ada informasi pernah terjadi perburuan bekantan ini, bahkan itu dilakukan dari penduduk sekitar, karena mengetahui keberadaan mereka,” ujar Syafaruddin kepada Radar Tarakan.
Tujuan perburuan, tidaklah diketahui. Namun, diduga bekantan diburu karena adanya pengrusakan kebun atau barang milik penduduk sekitar. “Kalau tujuannya kenapa, belum tahu pasti kita. Tapi keadaan itu tentu membuat keberadaan bekantan terancam,” tambah Safaruddin.
Dilanjutkan Syafaruddin, di Belagaone terhitung ada sedikitnya 10 ekor bekantan yang pernah terlihat. Melindungi hewan Kalimantan ini diupayakan Pemkab Nunukan misalnya dengan pembuatan rumah khusus. “Itu memang kami usulkan untuk melindungi mereka. Sejauh ini, pawang masih kami cari, karena keberadaan mereka liar dan berbahaya untuk masyarakat. Apalagi bukan hanya bekantan, namun juga monyet (kera ekor panjang) ada berkeliaraan di Belagaone,” kata Syafaruddin mengakui.
Nantinya, setelah ada rumah perlindungan dan ketersediaan makanan untuk bekantan, diharap keberadaan bekantan lestari dengan baik. “Itu upaya Pemkab Nunukan juga dalam mewujudkan geliat ekonomi dari sektor pariwisata di masa pandemi ini,” tambah Syafaruddin.
Di tempat terpisah, Marhaba, seorang aktivis mangrove dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang ditemui Radar Tarakan di Belagaone juga mengaku pernah mengetahui perburuan liar bekantan. Akibat itu, sekarang bekantan susah dipanggil lagi. Padahal dulu, menurut Marhaba, bekantan bisa dipanggil menggunakan toak, dengan suara menyerupai suara bekantan. “Ya, sekarang susah dipanggil kalau datang. Jadi mereka datangnya itu tiba-tiba saja, kalau sudah ada, dipanggil kadang kadang, kadang tidak, mereka itu seperti trauma, tapi kurang tahu juga apakah takut, karena mereka datangnya tiba-tiba, tidak ada waktu tertentu,” ujar Marhaba.