Penerima Gas 3 Kg Didata Ulang

- Selasa, 26 Januari 2021 | 14:21 WIB

TARAKAN - Gas elpiji 3 kilogram yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin justru banyak ditemui digunakan oleh kelompok masyarakat mampu. Akibatnya, kuota gas elpiji 3 kg sering habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan.

Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, M.Kes, mengatakan, bahwa terkait dengan persoalan kelangkaan elpiji pada persoalan data. Padahal jika dilihat dari jumlah cukup besar setiap bulannya, yaitu 102 sampai dengan 105 ribu tabung, artinya kalau untuk hitungan kepala keluarga (KK) bisa sampai dengan 30.000 KK dan ditambah dengan UMKM.

“Jika dikurangi dengan yang sudah mendapatkan jaringan gas (jargas) dikurangi lagi dengan masyarakat yang mampu, maka ketersediaan elpiji melon pastinya cukup. Tetapi hal ini bertolak belakang, bahkan ada beberapa masyarakat yang justru terlihat menjual gas melon di forum yang ada di medsos secara online. Bahkan ada laporan juga dari pangkalan, karena jatahnya kurang ada mobil pikap yang membawa tabung. Dan semua itu dari mana, bahkan dari pihak Pertamina juga bingung,” jelasnya.

Artinya, bisa saja persoalan ini ada pangkalan yang over supply dan ada yang kekurangan suplai. Sehingga hal ini menjadi peluang untuk terjadinya permainan harga. Maka hal itu rencananya akan dilakukan pendataan secara ulang kembali, karena di masyarakat ada kriteria yang harus dibuat dalam bentuk peraturan wali kota, dan yang membutuhkan hanya masyarakat yang kurang mampu, pelaku usaha UMKM, serta nelayan dan petani.

Lebih lanjut, dari yang berhak menerima berapa yang sudah memiliki jargas. Jadi bisa dikurangi lagi, karena jika orang tersebut tidak mampu tetapi sudah mendapatkan sambungan jaringan gas (jargas) maka orang tersebut masuk dalam kriteria tidak lagi mendapatkan gas elpiji 3 kg. Selain itu, untuk UMKM juga akan tetap dilakukan pendataan, karena tidak seluruhnya harus menggunakan gas elpiji 3 kg, yang dibolehkan misalnya penjual gorengan, bakso dan sejenisnya. Sedangkan untuk restoran hal ini tidak diperbolehkan.

“UMKM itu hanya usaha mikro menengah ke bawah, jadi kalau ada warung, restoran dan hotel yang menggunakkan elpiji 3 kg. Maka hal tersebut tidak betul, makanya hal ini yang akan kami tata, agar bagaimana data yang by name by address itu akan diberikan kartu, dan dengan kartu tersebut maka orang itu bisa mengambil jatah elpiji setiap bulannya,” ungkapnya.

Sementara ini, sambil melakukan penataan pemerintah juga mengimbau kepada seluruh pangkalan agar tetap berjualan secara baik, yaitu berpikir untuk kepentingan orang banyak. Karena elpiji yang dijual ini adalah subsidi, terkecuali elpiji yang nonsubsidi maka tidak ada masalah untuk diperjualbelikan secara bebas. Bahkan untuk harga normal elpiji 3 kg saat ini, untuk tabung yang 5,5 kg seharga Rp 120 ribu, dan untuk untuk yang 3 kg seharga Rp 16 ribu. Padahal di dalam tabung tersebut ada subsidi negara sekitar 4 ribu setiap tabungnya. Jadi kalau hal tersebut diperjualbelikan, maka hal itu sama juga dengan melakukan korupsi, walaupun kecil.

Sedangkan untuk oknum yang masih melakukan penjualan elpiji di atas harga eceran tertinggi (HET) dari Pemkot akan memberikan sanksi tegas jika kedapatan.

Tetapi hal ini terlebih dahulu dilakukan pendataan, diakui Khairul, pihaknya sulit melakukan pengawasan jika datanya tidak akurat, karena saat ini ada berbagai alasan dari sejumlah pangkalan. Bahwasanya jatahnya yang kurang, bahkan ada masyarakat dari wilayah lain yang melakukan pembelian di pangkalan yang tidak terdaftar namanya. Jadi hal seperti ini yang memang harus diatur.

Sedangkan untuk yang sudah memiliki jargas, akan segera dilakukan pencabutan untuk pengambilan elpiji 3 kg. Hal ini juga banyak yang terjadi di masyarakat, karena banyak informasi, orang yang sudah memiliki jargas biasanya melakukan penjualan pembagian gas elpiji 3 kg. Hal ini yang tidak diinginkan, apalagi tabung ini adalah subsidi dari pemerintah, yang tidak boleh dipermainkan.

“Harapan kami untuk pembagian elpiji 3 kg bisa tepat sasaran. Sedangkan untuk perwali-nya akan secepatnya diterbitkan, tetapi harus melakukan pengajuan terlebih dahulu ke provinsi, dan akan menjadi pegangan di pangkalan karena berhadapan langsung dengan masyarakat dan menjadi pegangan,” ungkapnya.

Salah satu pemilik pangkalan di daerah Karang Anyar Pantai, Ikhsan menyampaikan bahwa dengan dilakukannya pertemuan dengan Wali Kota dan sejumlah pangkalan hal ini memang harus dilakukan pedataan. Khusus untuk masyarakat yang bermukim di darat saat ini sudah ada jargas, sehingga perlu ketegasan dari pemerintah bahwa yang sudah memiliki Jargas tidak boleh lagi mendapatkan gas elpiji 3 kg dan itu mungkin bisa dialihkan ke warga pesisir, sehingga tidak ada lagi teriak.

Sedangkan untuk rencana SPBE yang berada di Juata, dari pangkalan juga berharap agar secepatnya bisa beroperasi, karena pendistribusian dari Balikpapan terkadang banyak kendala. Tetapi pada prinsipnya dari pihak pangkalan tetap mendukung rencana dari Wali Kota.

“Kalau kami dari pangkalan ini biasanya untuk penerima gas elpiji, memang sudah ada nama masing-masing warga, bahkan KTP-nya ada, jadi ketika kami membuat laporan setiap bulannya ada terlampir KTP. Jadi dipastikan tidak ada elpiji yang keluar, makanya saya juga menyampaikan kepada semua pangkalan agar jangan ada salah satu pangkalan yang membuat hal yang bisa merugikan seluruh pangkalan,” sebutnya. (agg/lim)  

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X