PROKAL.CO,
TARAKAN - Vaksin mandiri dinilai Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Utara (Kaltara) merupakan salah satu langkah dalam mempercepat herd immunity (kekebalan komunitas). Dalam prosesnya perlu diawasi dan diatur pemerintah.
Ketua IDI Kaltara, dr. Franky Sientoro, Sp.A, mengatakan, sebelum proses vaksinasi yang dilakukan saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sempat merilis hasil survei terkait vaksin Covid-19 yang digarap bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dalam survei tersebut 35 persen responden siap membayar vaksin atau vaksin mandiri.
“Ada 35 persen responden yang siap membayar atau melakukan vaksin mandiri, artinya hal ini juga nantinya akan dipikirkan pemerintah ke depannya yang membuka peluang untuk vaksin mandiri,” ujarnya, (20/1).
Pemerintah belum membuka vaksin mandiri dikarenakan jumlah vaksin yang terbatas. Sementara jumlah calon penerima masih banyak. “Langkah awal pemerintah menggratiskan vaksin ini saya nilai sudah tepat, di tahap awal tenaga kesehatan (nakes) yang diprioritaskan menerima vaksin tersebut,” ujarnya.
“Beberapa pihak sangat membutuhkan vaksin, seperti pelaku usaha, mereka membutuhkan vaksin tersebut untuk karyawannya yang bekerja di pabrik, di lokasi kerjanya tersebut sangat rentan tertular Covid-19. Sehingga dengan adanya vaksin tersebut tentunya memberikan kekebalan bagi karyawannya ketika bekerja di pabrik,” ujarnya.
Selain itu, dirinya menilai vaksin mandiri juga ikut membantu dalam hal pencapaian target vaksinasi secara nasional. Dalam prosesnya yang saat ini dinilai masih lamban. “Saya PIC atau penanggung jawab vaksinasi di RSUD Tarakan, dalam pelaksanaannya saya nilai cukup lamban, kita mengikuti pusat yang memberikan jadwal yang mana dalam sehari kita hanya melakukan 20 vaksinasi saja kepada penerima vaksin. Padahal saya bersama tim sanggup melakukan vaksinasi 50 hingga 100 orang,” ungkapnya.