Lanjutnya, untuk rumah sakit yang diperiksa di Tarakan, RSUKT dan RS Pertamina. Bila RSUKT mulai mengembalikan kemarin, namun RS Pertamina masih berproses. “Pertamina belum, tapi sudah proses. Rencananya kemarin mau simbolis, ada kendala. Tapi pada prinsipnya RS Pertamina akan menyusul. Jadi simbolis penyerahan uangnya ke Polda Kaltara, nanti Polda Kaltara kembalikan lagi ke RS Pertamina untuk dikembalikan ke masyarakat,” bebernya.
Direktur RSUKT, dr. Joko Hariyanto mengatakan, pengembalian selisih biaya ini berdasarkan rekomendasi Inspektorat, Ombudsman RI Kaltara, dan Polda Kaltara berdasarkan penghitungan biaya rapid test pada 8 Mei hingga 10 Juni. Adapun biaya selisih yang dikembalikan sebesar Rp 300 ribu. “Kami sudah sampaikan ke Inspektorat, Ombudsman RI dan Polda, bahwa kami mengembalikan selisih tarif sesuai Perwali yang berlaku. Pemeriksaan rapid test dengan darah vena Rp 700 ribu, yang awalnya dikenakan Rp 1 juta. Jadi 300 ribu kami kembalikan ke masyarakat, mulai per 11 Januari ini,” terangnya kepada awak media, Senin (11/1).
Sehingga masyarakat yang pernah melakukan pemeriksaan rapid test dalam periode 8 Mei hingga 10 Juni, yang dikenakan tarif sebesar Rp 1 juta dapat melaporkan diri ke RSUKT, untuk mendapatkan pengembalian biaya tersebut. “Dengan membawa KTP atau KK, kalau masih punya bukti pembayaran juga bisa dibawa. Kalau sudah tidak ada bukti pembayaran, tidak masalah karena kita sudah ada databasenya,” jelasnya.
Lanjutnya, sekitar 337 orang yang tercatat pernah dilayani dengan rapid test melalui vena di awal pandemi itu. Bila dikalkulasikan mencapai Rp 100 juta lebih yang harus dikembalikan RSUKT. “Kenapa agak terlambat, karena kami harus menunggu rekomendasi keluar dan ketentuan-ketentuan lainnya. Untuk dananya sudah ada, tinggal menunggu masyarakat yang pernah dilayani bisa ke RSUKT, kami berikan tunai,” bebernya.
Saat ini jenis pemeriksaan yang berlaku yakni rapid test antibodi dikenakan tarif Rp 150 ribu, swab antigen sebesar Rp 275 ribu, dan swab PCR sebesar Rp 900 ribu. “Untuk yang rapid test vena kami masih Rp 700 ribu, tapi kami tidak buka pelayanan itu. Karena pasti masyarakat juga memilih kapiler (Rp 150 ribu),” katanya.
Terlepas daripada itu, penutupan pelayanan sementara di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, berdampak peningkatan kunjungan pemeriksaan di RSUKT. Khususnya empat layanan dasar, yakni penyakit dalam, bedah, kebidanan dan anak. “Kami saling support (dukung), kalau di RSUD Tarakan ada kendala, kami juga harus siapkan pelayanan meskipun terbatas. Karena kami juga tidak bisa menambah kapasitas kalau penuh,” jelasnya.