Sempat Disorot soal Biaya Rapid Test, Rumah Sakit Ini Kembalikan Rp 100 Juta

- Selasa, 12 Januari 2021 | 10:17 WIB
Pelayanan di RSUKT. /IFRANSYAH/RADAR TARAKAN
Pelayanan di RSUKT. /IFRANSYAH/RADAR TARAKAN

TARAKAN – Rumah Sakit Umum Kota Tarakan (RSUKT) mengembalikan biaya selisih pemeriksaan rapid test yang pernah dikenakan tarif Rp 1 juta, dimulai sejak Senin (11/1).

Sebelumnya, pada pertengahan Juni 2020 lalu, Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) mempertanyakan payung hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan mengenai penetapan tarif pemeriksaan rapid diagnostik test (RDT) alias rapid test sebesar Rp 1 juta. Hal itu dinilai maladministrasi.

Saat Radar Tarakan kembali konfirmasi Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kaltara,  Ibramsyah Amirudin mengatakan, sebenarnya filosofi penetapan tarif rapid test sebesar Rp 1 juta dengan maksud agar masyarakat mempertimbangkan untuk keluar-masuk Tarakan di awal pandemi Covid-19 lalu. “Sebenarnya filosofinya bagus, niat Wali Kota Tarakan menetapkan Rp 1 juta itu supaya orang tidak seenaknya keluar masuk Tarakan. Karena Tarakan ini kota transit, sehingga buat kesepakatan itu melalui surat edaran,” terangnya kepada Radar Tarakan, (11/1).

Meski menjadi kesepakatan bersama dan ditetapkan dalam surat edaran, namun Ombudsman RI Perwakilan Kaltara masih mempertanyakan dasar hukum yang menentukan tarif tersebut. “Nah, surat edaran tidak menjadi dasar hukum untuk menentukan tarif. Makanya waktu itu kami koreksi, kok dasarnya mengambang, jadi sebenarnya tidak boleh. Begitu diserahkan ke provinsi, ditindaklanjuti Polda Kaltara, sebenarnya memenuhi unsur pungli karena tanpa dasar hukum,” bebernya.

Namun di samping itu, Ombudsman juga menilai rumah sakit bekerja atas dasar kemanusiaan dan tidak menjadikan pandemi ini sebagai ladang bisnis. “Tapi melalui ini kami tidak mencari celah, tapi melindungi. Karena kalau dipidana, ini masuk tapi tujuannya tidak mengarah ke situ. Karena teman-teman kerjanya atas kemanusiaan, bukan menjadikan bisnis,” jelasnya.

“Makanya kami adakan rapat tertutup, ternyata Pemerintah Kota sanggup mengembalikan dengan catatan memotong harga rapid test dengan harga pelayanan. Jadi dari Rp 1 juta, menurut hitungan mereka jadinya Rp 700 ribu. Jadi yang Rp 300 ribu dikembalikan ke masyarakat yang pernah memeriksa,” sambungnya.

Lanjutnya, untuk rumah sakit yang diperiksa di Tarakan, RSUKT dan RS Pertamina. Bila RSUKT mulai mengembalikan kemarin, namun RS Pertamina masih berproses. “Pertamina belum, tapi sudah proses. Rencananya kemarin mau simbolis, ada kendala. Tapi pada prinsipnya RS Pertamina akan menyusul. Jadi simbolis penyerahan uangnya ke Polda Kaltara, nanti Polda Kaltara kembalikan lagi ke RS Pertamina untuk dikembalikan ke masyarakat,” bebernya.

Direktur RSUKT, dr. Joko Hariyanto mengatakan, pengembalian selisih biaya ini berdasarkan rekomendasi Inspektorat, Ombudsman RI Kaltara, dan Polda Kaltara berdasarkan penghitungan biaya rapid test pada 8 Mei hingga 10 Juni. Adapun biaya selisih yang dikembalikan sebesar Rp 300 ribu. “Kami sudah sampaikan ke Inspektorat, Ombudsman RI dan Polda, bahwa kami mengembalikan selisih tarif sesuai Perwali yang berlaku. Pemeriksaan rapid test dengan darah vena Rp 700 ribu, yang awalnya dikenakan Rp 1 juta. Jadi 300 ribu kami kembalikan ke masyarakat, mulai per 11 Januari ini,” terangnya kepada awak media, Senin (11/1).

Sehingga masyarakat yang pernah melakukan pemeriksaan rapid test dalam periode 8 Mei hingga 10 Juni, yang dikenakan tarif sebesar Rp 1 juta dapat melaporkan diri ke RSUKT, untuk mendapatkan pengembalian biaya tersebut. “Dengan membawa KTP atau KK, kalau masih punya bukti pembayaran juga bisa dibawa. Kalau sudah tidak ada bukti pembayaran, tidak masalah karena kita sudah ada databasenya,” jelasnya.

Lanjutnya, sekitar 337 orang yang tercatat pernah dilayani dengan rapid test melalui vena di awal pandemi itu. Bila dikalkulasikan mencapai Rp 100 juta lebih yang harus dikembalikan RSUKT. “Kenapa agak terlambat, karena kami harus menunggu rekomendasi keluar dan ketentuan-ketentuan lainnya. Untuk dananya sudah ada, tinggal menunggu masyarakat yang pernah dilayani bisa ke RSUKT, kami berikan tunai,” bebernya.

Saat ini jenis pemeriksaan yang berlaku yakni rapid test antibodi dikenakan tarif Rp 150 ribu, swab antigen sebesar Rp 275 ribu, dan swab PCR sebesar Rp 900 ribu. “Untuk yang rapid test vena kami masih Rp 700 ribu, tapi kami tidak buka pelayanan itu. Karena pasti masyarakat juga memilih kapiler (Rp 150 ribu),” katanya.

Terlepas daripada itu, penutupan pelayanan sementara di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, berdampak peningkatan kunjungan pemeriksaan di RSUKT. Khususnya empat layanan dasar, yakni penyakit dalam, bedah, kebidanan dan anak. “Kami saling support (dukung), kalau di RSUD Tarakan ada kendala, kami juga harus siapkan pelayanan meskipun terbatas. Karena kami juga tidak bisa menambah kapasitas kalau penuh,” jelasnya.

Sebelumnya pelayanan umum, khusus rawat inap sempat overload sehingga RSUKT menambah satu blok yang saat inipun sudah terisi. Dirincikannya, untuk kamar pasien non Covid-19 untuk kelas 1 masih tersedia enam tempat tidur. Kemudian kelas 2 tersedia 15 tempat tidur, dan kelas 3 tersedia 23 tempat tidur.

“Untuk yang utama atau VIP sudah habis. Kalau untuk ruang isolasi, memang tersisa satu kamar untuk pasien laki-laki. Tapi ini dinamis, karena kalau ada yang sembuh atau sehat, maka bisa dipulangkan,” katanya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X