La Nina, Produksi Pertanian Terancam Turun

- Sabtu, 21 November 2020 | 10:22 WIB
FENOMENA LA NINA: Menghadapi fenomena La Nina di musim tanam periode Oktober-Maret 2021 diperlukan strategi agar produksi pertanian tetap meningkat./PIJAI PASARIJA/RADAR KALTARA
FENOMENA LA NINA: Menghadapi fenomena La Nina di musim tanam periode Oktober-Maret 2021 diperlukan strategi agar produksi pertanian tetap meningkat./PIJAI PASARIJA/RADAR KALTARA

TANJUNG SELOR - Produksi pertanian di Kabupaten Bulungan terancam turun karena fenomena La Nina. Hal itu disampaikan dalam webinar antisipasi La Nina menghadapi musim tanam periode Oktober-Maret 2021, Kamis (19/11).

Bupati Bulungan, H. Sudjati mengatakan, menghadapi fenomena La Nina di musim tanam (Januari-Maret 2021). Pemkab Bulungan telah mengantisipasi dengan melakukan pengelolaan air. "Dahulu tergenang air, sekarang sudah tidak tergenang," kata Sudjati.

Dengan optimalisasi pengelolaan air ini maka lahan pertanian dapat ditanami tanaman hortikultura maupun tanaman lainnya. Kemudian, musim tanam tahun ini Bulungan juga mendapatkan bantuan 124 ton bibit padi jenis inpari 32, M70D dan M400. "Bibit padi ini bantuan dari Kementerian Pertanian," ujarnya. Luasan tanam di musim tanam Oktober-Maret ini diperkirakan kurang lebih seluas 4.000 hektare (ha), tersebar di beberapa kecamatan.

Sementara itu, Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementan RI, Dr. Yayan Apriyana menambahkan, secara tidak langsung fenomena La Nina ini akan berdampak terhadap sektor pertanian. "Fenomena yang tidak menentu. Hal ini akan berpotensi terjadi banjir," ungkapnya.

Sehingga berdampak terhadap kerusakan tanaman. Di samping itu fenomena ini juga akan berdampak terhadap degradasi sumber daya lahan pertanian dan terjadi penurunan produktivitas lahan. “Jangka pendek hal ini akan mengakibatkan kegagalan produksi pertanian,” ujarnya.

Apabila tidak ada langkah strategis untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim ini, maka upaya untuk mencapai swasembada pangan menjadi terkendala. Seperti diketahui bersama dampak perubahan iklim ini berkaitan dengan banjir, kekeringan dan organisme pengganggu tanaman (OPT).

“Yang terpenting saat ini bagaimana upaya meningkatkan produktivitas serta menurunkan mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK),” bebernya.

Berbagai Lembaga dunia memprediksi La Nina dengan intensitas moderat akan berlangsung sampai Januari 2020 dan selanjutnya mulai melemah. Dari 25 model yang diensembel oleh IRI, 17 model memprediksi La Nina dengan intensitas lemah sampai moderat. “Peluang La Nina lebih dari 80 persen pada bulan September-November 2020 dan di atas 60 persen pada Desember-Februari 2021,” bebernya.

BMKG memprediksi pada 2020-2021 curah hujan akan meningkat 20-40 persen di sebagian besar wilayah Indonesia. Kejadian curah hujan ekstrem sejak bulan September kemarin masih akan berlangsung sampai saat ini dan telah menyebabkan banjir bandang seperti di Kabupaten Garut, Kota Sukabumi, Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Seluma.

“Data dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan  setiap kejadian La Nina luas lahan sawah yang terkena banjir meningkat di kisaran 200-320 ribu hektare, sedangkan pada kondisi normal berkisar 50-100 hektare,” ungkapnya.

Dalam hal ini Kementan RI telah menyiapkan aksi untuk mengantisipasi La Nina. Yakni, memantau perkembangan dan prediksi hujan dan koordinasi dengan BMKG, identifikasi lahan pertanian rawan banjir sebagai wilayah prioritas penanganan, penggunaan varietas toleran genangan atau cocok untuk musim hujan, seperti padi inpara 5, inpara 6, inpari 29, Inpari 30, rendaman, ciherang sub-1, kapuas, batanghari, banyuasin, siak raya, lambur, dendang.

Kepala BMKG Stasiun Metereologi Kelas III Temindung Samarinda, Riza Arian Noor menambahkan, berdasarkan hasil analisis sejak pertengahan Oktober hingga awal November hampir sebagian besar wilayah Kaltim-Kaltara sudah mengalami musim hujan.

“Perkembangan fenomena La Nina di wilayah pasifik sejak bulan Agustus sudah menunjukan nilai minus 0,5 sampai minus 1,5. Artinya, sudah masuk kriteria terjadinya La Nina,” ungkapnya.

Berbicara terkait iklim sebenarnya tidak lepas dari beberapa pengendali iklim di Indonesia. Jadi, di wilayah Indonesia setidaknya dipengaruhi oleh pengendali iklim yang terjadi di wilayah Samudra Pasifik atau yang dikenal dengan istilah El Nino dan La Nina. Di mana, pada saat terjadi El Nino ini merupakan anomali suhu permukaan laut di wilayah pasifik bagian tengah dan timur.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X