Money Politics Dianggap Tak Menakutkan

- Senin, 26 Oktober 2020 | 14:46 WIB
int
int

PENGAMAT Politik sekaligus Akademisi Fisipol Universitas Kaltara (Unikaltar) Jimmy Nasroen, M.A, berpendapat pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pasangan calon (paslon) yang berpotensi melakukan pelanggaran, khususnya money politics belum tegas. “Sehingga mengenai money politics itu tidak menjadi sesuatu yang menakutkan bagi paslon,” katanya kepada Radar Tarakan.

Menurutnya, money politics ini seperti angin, yang tidak terlihat namun dapat dirasakan. Transaksi sosial yang diinginkan oleh masyarakat, dan menjadi kesempatan bagi paslon untuk memenangkan suara. Bahkan money politics ini sudah lazim di tengah masyarakat.

“Seperti ada pembeli dan penjual. Jadi paslon dan masyarakat punya keinginan seperti itu. Kecuali kalau salah satu pihak yang tidak menginginkan. Kalau kita lihat di beberapa tempat, money politics itu memang transaksi yang lumrah,” bebernya.

Dapat dikatakan standar atau kualitas politik dalam pandangan masyarakat ini terbatas. Sehingga tidak memikirkan jangka panjang, apa yang akan dilakukan paslon dalam setiap periode pemerintah kepala daerah terpilih. Melainkan masyarakat lebih tertarik dengan jangka pendek, seperti money politics.

“Orang tidak berpikir 5 tahun ke depan paslon itu harus melakukan apa. Tapi yang mereka pikirkan transaksi jangka pendek, seperti money politics,” lanjutnya.

Sudut pandang yang dimiliki masyarakat juga dapat terbentuk dari janji politik yang tidak ditepati. Yang terjadi secara berulang setiap 5 tahun, sehingga menjadi traumatik bagi masyarakat untuk mempercayai paslon tersebut. Sehingga masyarakat mengambil jalan pintas, untuk mendapatkan sesuatu dari paslon tersebut. “Sehingga lebih baik dapat duluan (money politics), daripada janji-janji politik tidak ditepati. Memang faktanya, pemimpin dianggap tidak menepati janji, sehingga masyarakat tidak berharap janji politik lagi,” bebernya.

Sehingga tidak hanya sejauh mana keseriusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencegah praktek money politics ini, tapi pengawasan juga ada di tangan masyarakat, yang dapat melaporkan bila menemukan praktik money politics.

“Jadi memang harus ada standar moral di tengah-tengah kita (masyarakat),” katanya.

Apalagi alibi mengenai money politics ini sangat luas. Entah itu merupakan pengganti transportasi, atau dana konsumsi. Sehingga tidak mudah membuktikan bahwa transaksi tersebut merupakan money politics. “Jadi memang agak sulit mendeteksi itu politik uang. Seperti yang beredar di media, tidak mungkin kita mengundang tanpa transportasi. Kecuali ada tangkap tangan, seperti yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), jadi agak sulit,” bebernya.

Sehingga cara yang paling efektif untuk mencegah pelanggaran ini, menerapkan sanksi sosial. Sanksi sosial tersebut berupa tidak memilih paslon yang melakukan pelanggaran seperti money politics.

“Tapi dengan kondisi masyarakat saat ini agak sulit, dan faktanya di lapangan masyarakat menginginkan adanya serangan (politik uang). Tapi sanksi sosial harus dilakukan, termasuk pencegahan dari badan-badan yang berwenang seperti Bawaslu,” tutupnya.

PENEGAKAN ATURAN

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkap dalam tahapan kampanye pelanggaran yang ditemukan masih masuk dalam kategori wajar dan dapat diatasi. Namun persoalan politik uang hingga kini masih menjadi tantangan tersendiri.

Kepada Radar Tarakan, Ketua Bawaslu Kaltara, Suryani mengatakan bahwa larangan politik uang sudah jelas dapat menjerat pemberi dan penerima serta siapa saja yang terlibat kasus politik uang.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Eks Ketua KPU Kaltara Bulat Maju Pilkada Bulungan

Jumat, 12 April 2024 | 11:00 WIB

Bupati Bulungan Ingatkan Keselamatan Penumpang

Kamis, 11 April 2024 | 16:33 WIB

Ada Puluhan Koperasi di Bulungan Tak Sehat

Sabtu, 6 April 2024 | 12:00 WIB
X