Melihat Industri Minyak Kayu Putih Asli Tarakan

- Jumat, 23 Oktober 2020 | 11:21 WIB
TAHAP AWAL: Salah satu pekerja saat memasukkan daun pohon kayu putih ke tangki boiler sebelum masuk ke tahapan penyulingan./AGUS DIAN ZAKARIAN/RADAR TARAKAN
TAHAP AWAL: Salah satu pekerja saat memasukkan daun pohon kayu putih ke tangki boiler sebelum masuk ke tahapan penyulingan./AGUS DIAN ZAKARIAN/RADAR TARAKAN

 

Suara-suara berisik mesin pabrik terus berbunyi, sesekali pekerja memasukan tambahan daun pohon kayu putih di tengah sibuknya mesin bekerja. Setidaknya malam ini pekerja harus menghasilkan minimal 4 sampai 6 liter minyak kayu putih dalam sekali produksi. Hasil tersebut, tentu jauh dari kata ideal, namun dengan adanya produksi ini setidaknya sudah menyelamatkan puluhan hektare hutan Kota Tarakan.

AGUS DIAN ZAKARIA

PEMBALAKAN hutan merupakan hal rawan terjadi di setiap daerah khususnya Kalimantan. Sehingga fenomena tersebut merupakan momok menakutkan bagi pemerintah dan masyarakat di setiap wilayah. Mengingat, dampak dari pembalakan dapat berujung pada terjadinya bencana seperti longsor atau pun kerusakan pada ekosistem hutan.

Banyaknya kasus pembalakan liar di Kota Tarakan beberapa tahun lalu, membuat Unit Pelaksana Tehknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) harus melihat masalah tersebut secara serius. Sehingga sejak tahun 2014, UPTD KPH melakukan kerja sama dengan Pertamina dalam menangani hal tersebut.

Pendamping Penyuluh Bakti Rimbawan Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Ahmad Afif menerangkan, banyaknya fenomena pembalakan di Kota Tarakan sehingga pihaknya harus mencari cara agar pembalakan tidak kembali dilakukan. Sehingga pada tahun 2014, UPTD merumuskan untuk membuat pengolahan minyak kayu putih yang melibatkan masyarakat sebagai petaninya. Sehingga, dengan begitu diharapkan masyarakat tidak melakukan pembalakan dan fokus dalam merawat pohon kayu putih miliknya.

Alhasil, pada tahun 2015, pabrik minyak kayu putih pertama di Kota Tarakan diresmikan oleh Wali Kota Tarakan Sofian Raga saat itu. "Dimulainya sejak tahun 2014 dan itu mulai beroperasi di tahun 2015. Itu diresmikan sendiri Wali Kota waktu itu yaitu Sofian Raga dan waktu itu mulai diproduksi sampai produknya keluar. Kira-kira membutuhkan waktu 6 sampai 7 bulan setelah diresmikan. Setelah ada produk itu, mulai masuk CSR Pertamina, dan Pertamina membiayai operasional selama satu tahun," ujarnya, Selasa (20/10).

Dalam pembuatan pabrik minyak kayu putih, UPTD berhasil menggandeng Pertamina sebagai mitra menghadirkan mesin dan fasilitas gedung. Hadirnya pabrik minyak kayu putih tersebut membuat UPTD KPH setidaknya dapat menghasilkan 3 liter minyak kayu putih sekali produksi. Jumlah tersebut terbilang sangatlah kecil mengingat mesin yang digunakan tidaklah secanggih mesin produksi pada umumnya.

"Untuk CSR pertamina berupa bangunan, adapun mesinnya itu hibah dari Kementerian Lingkungan Hidup yang berkapasitas 250 kilogram (kg). Untuk produksinya, bisa mengolah 300 kg dan menghasilkan 1 setengah liter minyak tapi kadang-kadang, kalau tanamannya dirawat 300 kilo daun itu bisa menghasilkan 3 liter minyak kayu putih," terang Ahmad.

Belum lagi, pengelola harus pandai-pandai dalam memutar bugdet agar hasil panen daun minyak kayu putih masyarakat, dapat dihargai lebih mahal. Menurut Ahmad, dengan cara itulah produksi dapat terus berjalan.

Jik ditanam sampai dipanen itu membutuhkan waktu sekitar 2 tahun. Awalnya akan diterapkan harga seperti di Yogyakarta, yakni 1 kg daun harganya Rp 50 sampai Rp 100. Jadi untuk membeli minyak kayu putih masyarakat dengan harga seribu adalah dengan memperkecil keuntungan. Karena sekali produksi menghabiskan Rp 800 ribu, sedangkan dalam menjual minyak kayu putih Rp 600 ribu per kg. Kalau sekali suling bisa menghasilkan 3 liter maka ada keuntungan Rp 400 ribu.

Beruntung, pohon kayu putih merupakan jenis flora yang kuat dalam bertahan. Sehingga, hal tersebut tidak membuat masyarakat kesulitan dalam merawatnya. Perawatan pohon kayu putih ini cukup mudah dan tidak memiliki trik khusus. Teknik memanennya ditebang tangkainya. Nanti tangkai baru akan tumbuh lagi. Jadi setelah tangkainya ditebang kemudian dipisahkan dengan daunnya.

Ia menceritakan, setidaknya dalam menghasilkan minyak kayu putih petugas UPTD harus menyuling selama 7 jam untuk menghasilkan 3 liter minyak kayu putih. Tentu hal tersebut tidak sebanding dengan pengerjaan. Namun setidaknya, upaya tersebut dilakukan agar hutan Kota Tarakan terus terjaga.

"Proses penyulingannya itu kami menggunakan sistem penyulingan langsung, ada penyulingan uap. Kalau penyulingan uap itu airnya beda, daunnya beda. Penyulingannya ini dilakukan sekitar 6 jam. Setelah daunnya dikeluarkan ditutup kembali kemudian dilakukan suling kosong untuk membersihkan sisa-sisa daunnya sekitar 1 jam," terangnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X