Cari Jalan agar Pengusaha Ayam Untung, Masyarakat Tak Mengeluh

- Sabtu, 17 Oktober 2020 | 10:48 WIB
ilustrasi
ilustrasi

TARAKAN – Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan diharapkan mencari solusi atas masalah yang tengah dihadapi peternak ayam saat ini. Namun, dengan tetap memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat konsumen. Ekonom yang juga akademisi Universitas Borneo Tarakan, Margiyono mengatakan, ada beberapa hal yang bisa ditempuh pemerintah. Agar peternakan di Tarakan tetap dapat berjalan serta harga ayam dapat dijangkau konsumen.

Ia mengungkap, fenomena harga ayam turun drastis juga sempat terjadi pada Mei-Juni lalu, karena terdampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tengah pandemi Covid-19.

Sehingga kemudian peternak mengubah pola, tak banyak ayam yang diternakkan. Kemudian harga kembali naik. Belakangan PSBB dilonggarkan. Sehingga banyak kegiatan warga yang sudah berjalan. Kendati masih dengan protokol kesehatan. Pada Agustus-September, kata dia, ada insentif tinggi bagi pengusaha. Sehingga memprediksi konsumsi naik, kemudian menambah kapasitas produksi.

“Sekarang, Oktober ini, harga menurun kembali. Terjadi paradoks, akibat semua menambah kapasitas. Tapi terjadi luberan produksi. Sementara konsumsi masih bergerak pada restoran, rumah makan dan kenduri. Tak disambut daya serap permintaan pesta, acara-acara,” ungkapnya, (15/10).

Ia pun menyarankan, para peternak tak menggunakan teori jaring laba-laba menyikapi kondisi saat ini, dengan mengurangi kapasitas yang jauh. “Kalau teori jaring laba-laba, nanti lompat lagi harganya. Permasalahannya mereka tidak memiliki informasi berapa kecukupan, atau kebutuhan real. Ini yang harusnya menjadi tugas stakeholder (pemangku kepentingan) terkait. Stakeholder inilah yang mengontrol, menjadi alarm (pengingat). Pelaku usaha yang ada di bawah, akhirnya kena akibat sumbatan informasi itu,” jelasnya.

“Harus mengetahui, permintaan bibit ayam berapa, pakan ayam berapa? Hampir terjadi setiap sesi atau musim ternak. Mereka sering terjerembab di satu kondisi,” tambahnya. Menyoal ayam beku yang masih didatangkan dari luar Tarakan, sarannya, pemerintah tidak boleh hanya melihat satu sisi. Selain melindungi produsen juga harus melindungi konsumen. Dalam pilihan kebijakan, antara tarif dan kuota.

“Pendekatan pertama, barang yang masuk bisa ditarif, agar harganya melindungi pasar lokal. Tetapi kalau itu dilakukan, yang rugi konsumen. Konsumen harus membayar lebih mahal. Teorinya kesejahteraan konsumen diambil. Akibatnya lagi, akses terhadap daging ayam menjadi rendah, berkaitan pula dengan gizi,” urainya.

“Opsi kedua, pendekatan kuota. Kuotanya itu yang masuk diindikasi menjaga di tingkat berapa. Misalnya pada Rp 36-40 ribu. Nah, ini dikontrol, sesuai permintaan real di masyarakat. Per kapita berapa, dikali jumlah penduduk berapa? Misalnya produksi lokal berapa, dari luar berapa. Namun kelemahan sistem kuota, siapakah yang harus diberikan legalitas untuk memasukkan ayam, maka harus melalui lelang. Agar bisa ditemui kontribusi, selain pendapatan untuk daerah, juga berdampak pada stabilitas harga, produksi, konsumen dan produsen diuntungkan,” imbuhnya.

Menurutnya, pendekatan kuota menyikapi ayam beku lebih visibel. “Penyadaran atau edukasi seperti ini, sangat baik untuk berperan menyejahterakan masyarakat. Izin itu harus fair. Potensi pendapatan pemerintah juga ada,” sambungnya. Namun, ia menyebut jika ada faktor lain yang memengaruhi harga. Yakni subtitusi atau barang pengganti. Tarakan agak unik, naik turunnya harga ayam, dipengaruhi komoditas perikanan, serta sumber protein lain seperti daging, tahu dan tempe. “Itu berpengaruh satu sama lain,” jelasnya.(agg/jnr/lim)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X