Baca Doa Tolak Bala di Akhir Safar

- Kamis, 15 Oktober 2020 | 16:02 WIB
TRADISI: Kegiatan acara doa tolak bala diakhir bulan Safar, kemarin (14/10)./RIKO / RADAR TARAKAN
TRADISI: Kegiatan acara doa tolak bala diakhir bulan Safar, kemarin (14/10)./RIKO / RADAR TARAKAN

TANA TIDUNG – Sudah menjadi tradisi setiap akhir bulan Safar tahun Hijriyah masyarakat Tidung di Kabupaten Tana Tidung (KTT) menggelar doa tolak bala untuk keselamatan masyarakat di kabupaten termuda di Kaltara ini. Hal serupa juga dilakukan ketika awal bulan Safar lalu.  

Masyarakat Tidung meyakini Safar adalah bulan panas, yang mana sering terjadi musibah. Untuk itu doa tolak bala dilaksanakan untuk menghindari bala yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Ketua Adat Tidung KTT Armansyah Ali mengatakan, doa bersama ini untuk memohon kepada Allah SWT  agar terhindar dan dijauhkan dari segala bala, bencana, fitnah dan musibah.

Kegiatan ini juga sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan selama setahun terakhir.

"Ini sekaligus memohon untuk membersihkan hati dan diri kita dari segala macam perasaan iri, dengki dan hati kita yang masih dikotori oleh dosa-dosa. Untuk itulah tradisi ini masih ada hingga sekarang," kata Armansyah Ali.

Disamping itu, sambung Armansyah, acara ini juga wadah untuk memperkuat silaturahmi baik sesama masyarakat Tidung maupun lainnya.

"Sekarang kegiatan ini untuk kita semua untuk saling mendoakan dalam hal kebaikan dan keberutungan, bukan hanya suku Tidung tapi juga suku lainnya bisa bersama mengikuti tradisi tolak bala setiap datang dan berakhirnya bulan Safar," jelas Armansyah, saat berada di lokasi upacara tolak bala yang dimulai pukul 6.00 Wita di salah satu pelabuhan di Tideng Pale, Rabu (14/10).

Menurutnya, dalam upacara tersebut juga ada yang namanya ketupat yang mana setiap orang harus membawa ketupat. Sesuai dengan jumlah keluarga yang ada di kelurga tersebut jika dalam satu keluarga ada sepuluh orang maka akan membwa sepuluh ketupat.

"Ini memang sudah tradisi orang Tidung kalau mau membawa lebih juga tidak apa- apa. Selain ketupat biasanya warga juga membawa telur dan beras serta ketan kuning untuk dibacakan dalam prosesi upacara tolak bala tersebut," ungkapnya.

Nantinya, setelah semua warga berdatangan, bawaan warga seperti ketupat kemudian dikumpulkan menjadi satu, lalu dimulailah proses tolak bala dengan membacakan doa. Biasanya, kata Armansyah Ali, dalam prosesi tolak bala di zaman dulu hingga sekarang setelah selesai dibaca doa warga berebut untuk mengambil ketupat yang ada.

"Kalau selesai dibaca doa, biasanya warga berebutan mengambil ketupat, telur dan ketan kuning. Ini sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang kami dulu, jadi memang seperti inilah tradisinya," katanya.

Diakuinya, ketupat ketan tersebut juga mempunyai makna dalam prosesi tolak bala, ketupat yang terbuat dari anyaman kelapa, dapat berarti bahwa melambangkan kekuatan dan persatuan

“Di dalam ketupat itukan ada ketanya, nah di situlah lambang di dalam beras ketan tersebut dapat mempersatukan dalam suatu wadah, itulah makna dari ketupat ketan yang melambangkan kedamaian, persatuan dan kesatuan antara sesama kita,"ucapnya.(*/rko/ana)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X