TARAKAN– Produksi ayam di Tarakan surplus hingga 320 ton pada bulan ini. Akibatnya harga ayam di pasaran anjlok, hingga menyentuh Rp 30 ribu per kilogram.
Ketua Asosiasi Peternak Inti Tarakan (Aspitar), Dapot Sinaga mengatakan pihaknya tentu merugi, ayam kini dijual jauh di bawah beban operasional. Ayam yang sudah memasuki masa panen mau tidak mau harus dijual, mengingat pembengkakan pakan.
Dapot mengungkap harapan peternak masih jauh dari harapan. Di tengah adaptasi kebiasaan baru (AKB) atau new normal masyarakat masih tetap dibatasi beraktivitas sehingga mengurangi permintaan rumah makan terhadap ayam. Selain itu kurangnya pengontrolan pasokan ayam untuk Tarakan dari pemerintah.
Adapula menyoal ayam beku dari luar Tarakan yang terus didatangkan. “Yang rugi itu peternak dan inti. Kami sampai kesulitan memasarkan. Tapi ke depannya kami akan mengurangi bibit,” beber pria yang juga menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan ini, (14/10).
Melalui hal tersebut, Dapot menginginkan agar pemerintah segera melakukan pengontrolan bibit ayam yang masuk ke Tarakan agar tidak membuat pasokan ayam berlebih. Tak hanya itu, di masa sulit ini pihaknya ingin agar pemerintah mengoptimalkan Perumda Agrobisnis dalam mengendalikan perekonomian. “Saya saja, per hari bisa rugi Rp 15 juta. Tolong pemerintah turun tangan dalam hal ini,” harapnya.
Sempat pula mengemuka solusi mengenai ayam dapat dikirim ke wilayah lain seperti Nunukan. Namun, faktanya produksi di Nunukan juga cukup tinggi. Bahkan harga jauh di bawah Tarakan.
Pada Agustus 2020, peternak memprediksi pandemi Covid-19 akan mulai menurun pada Oktober ini. Tentunya kebutuhan pangan khususnya daging ayam akan meningkat. Sehingga peternak pun memasukkan day old chicken (DOC) atau anak ayam kurang lebih 350 ribu.
Namun perkiraan itu meleset jauh. Pada minggu kedua Oktober kebutuhan daging ayam ras di Tarakan 78 ton, sementara produksi 350 ton ditambah stok yang ada 60 ton atau total 410 ton, artinya kelebihan sekitar 320 ton.
Salah seorang peternak ayam di Nunukan, Momoi mengungkapkan, sejak Agustus lalu, kondisi ayam di Nunukan sudah berlimpah. Momoi juga mengaku, yang biasanya ayam mulai panen di umur 33 hari dan habis di umur 37, sekarang ayam baru habis dipanen di umur 55 hari. Kondisi ini sudah berlangsung lama.
“Apalagi mendengar ada ayam dari Tarakan mau masuk ke Nunukan, mau dijual berapa lagi ayam di sini, sekarang saja harga ayam sudah anjlok, di harga Rp 20 ribu sampai 23 ribu per kg,” keluh Momoi saat diwawancarai, Rabu (14/10).
Momoi berharap, baiknya pemerintah ikut turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi saat ini. Ia tak ingin hal ini berkelanjutan karena bisa mencekik peternak. “Meski sebenarnya saya tahu pemerintah terkait sudah sering mendata bibit ayam yang masuk setiap periode, tapi sepertinya tidak ada tindak lanjut atau output-nya. Ini harusnya juga menjadi perhatian,” harap Momoi.
PERUMDA MAU PASARKAN
Perumda Agrobisnis mengaku siap membantu para peternak ayam atas masalah yang dihadapi saat ini. Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Agrobisnis Mandiri, Ruslan, S.E, menyampaikan bahwa beberapa hari yang lalu dirinya sudah bertemu dengan beberapa petani ayam, yang saat ini mengeluhkan anjloknya harga ayam yang ada di pasaran. Bahkan biasanya untuk berat ayam yang hanya mencapai 1,8 kilogram sudah bisa dijual di pasar. Namun saat ini, berat ayam sudah mencapai 4 kilogram dan belum bisa terjual.
“Jika berat ayam sudah seperti ini pastinya para peternak akan merasa rugi, makanya kami sudah melakukan pertemuan dengan Wali Kota (dr. Khairul, M.Kes) terkait dengan harga ayam dan insyaallah dalam waktu dekat ini, kami akan mengumpulkan para peternak ayam, dan kami punya solusi untuk itu. Jika bisa bekerja sama dengan pihak Perumda,” jelasnya.