“Rencananya rutin pengobatan tradisional, tapi diimbangi perawatan medis karena harus ronsen juga antisipasi kondisi tulang di dalam,” sambungnya.
Padahal saat menjalankan tugas pun dia sudah berupaya safety. Memakai identitas lengkap, agar aparat keamanan bisa membedakan demonstrasi dan reporter.
Atas insiden ini pun dijadikannya pelajaran dan lebih safety lagi saat peliputan aksi. “Tapi kita mencoba berpikir positif, mungkin petugas water cannon tidak jelas melihat kami jurnalis. Karena jaraknya dari pagar ke water cannon sekitar 15 meter. Kami pakai identitas lengkap, dan polisi yang berjaga di bawah pagar pun tahu kami adalah jurnalis,” jelasnya.
Isril, istri Arif, pun dilanda kecemasan begitu mengetahui kabar suaminya ini. Kala itu dia di salah satu TK di Kampung Empat, berkativitas seperti biasanya. Dirundung kegelisahan yang tidak menentu, hingga berkali-kali menelepon dan ingin menyusul ke rumah sakit. “Saya guru TK, kebetulan saat itu di sekolah. Kaget dan menangis lihat video yang viral itu. Saya mau ke rumah sakit, tapi katanya enggak usah karena kan suasana Covid-19 juga dan ada anak bayi, jadi tunggu di rumah,” ungkap wanita berhijab ini.
Sekitar pukul 16.00 WITA, barulah ia merasa sedikit lega saat melihat suaminya tiba di rumah. “Pas sudah sampai di rumah, alhamdulillahenggak separah seperti yang saya pikirkan sebelumnya, tapi namanya insiden kita pasti kaget,” tutupnya. (*)