Benar saja. Belum sempat menghindar, meriam air ini sudah mendorongnya hingga jatuh terpelanting. Bruukk. Jidat sebelah kirinya terbentur pinggir semenisasi. Pandangan matanya berkunang-kunang.
“Sebenarnya sudah mau turun, tapi ada teman-teman yang di belakang juga turun. Yang saya tahu di atas ada Riko juga, Septian tapi sempat turun. Ada lagi satu orang di depan saya, kurang tahu dari mana karena pegang kamera juga. Belum sempat kami turun, water cannon-nya diarahkan ke kami akhirnya saya dan fotografer Radar Tarakan (Ifransyah) langsung jatuh,” beber jurnalis yang juga merupakan kontributor TVRI ini.
Posisinya saat terkena semprotan air tengah berdiri. Hantaman aliran air berkecepatan tinggi itu membuatnya rebah ke kiri. Sontak tangan kirinya terkilir.
“Posisi jatuhnya miring ke kiri. Dahi sebelah kiri sempat terbentur, tapi di lokasi langsung dikompres oleh teman-teman jadi tidak terlalu memar sekarang. HP jatuh juga di samping, tapi masih bisa berfungsi. Kamera aja yang batereinya tercecer, sudah enggak ketemu,” kata pria berusia 27 tahun ini.
Setelah diamankan ke pinggir dan dicek luka-lukanya, ia dilarikan ke RS Angkatan Laut (RSAL) Ilyas Tarakan. Agar bisa dironsen, dia pun diarahkan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan untuk diberi tindakan lebih lanjut.
“Awalnya ke RSAL, tapi tidak bisa ronsen dan anestesia jadi diarahkan ke RSUD Tarakan. Tapi berbagai pertimbangan, akhirnya saya bilang ke teman-teman, kita keluar aja pakai pengobatan tradisional,” lanjut ayah satu anak ini.