Tidakcukup banyak yang tahu, sampai saat ini kearifan lokal di Desa Pimping, Kecamatan Tanjung Palas Utara sejatinya masih terus terjaga. Lalu seperti apa bentuk kearifan lokal yang dimaksud tersebut. Berikut ulasannya.
RACHMAD RHOMADHANI
SABTU (3/10) lalu, sekira pukul 12.40 Wita, satu unit rumah di RT 54 Desa Piping ludes ‘dilalap’ si jago merah. Rumah itu milik pasangan suami istri Irang Luhat dan Hau. Dari kejadian itu, tidak ada harta benda yang dapat terselamatkan. Melainkan, hanya baju yang melekat dari si pemilik rumah.
Alhasil, mengetahui akan nasib warga di desa setempat. Warga lainnya yang ada di desa itu secara langsung berinisiatif untuk saling membantu. Mengingat desa itu memang sebelumnya cukup kental akan kearifan lokalnya.
Yang mana, mereka dengan mengumpulkan sejumlah dana dan material untuk dibangunannya kembali rumah tersebut. Tidak cukup waktu lama, sehari pasca terjadinya kebakaran. Ternyata, sejumlah dana dan material yang ada sudah mencukupi. Pembangunan pun dianggap sudah dapat dilakukan dengan segera.
Untuk membangun rumah itu agar dapat berdiri kokoh kembali. Warga di desa setempat secara bergotong – royong membangunnya. Tidak ada peralatan khusus, hanya modal kekompakan mereka hingga rumah dapat dinyatakan layak untuk ditempati bagi korban kebakaran itu. Diperkirakan ada sekitar ratusan warga yang berbondong-bondong datang untuk bahu-membahu membantu pembangunannya agar cepat usai.
Pj Kades Pimping, Ulit mengatakan, dengan modal gotong-royong seluruh warga di desanya, pembangunan rumah itu dapat diselesaikan dengan begitu cepat. Yaitu, dengan jangka waktu dua hari berjalan sudah jadi fisik rumahnya. Bahkan, di hari ketiga dianggap rumah itu sudah dapat ditempati. Ini sembari melengkapi kebutuhan lainnya.
“Benar, bantuan dari pembangunan rumah ini semuanya dari warga. Sebelumnya, setiap warga di pungut secara sukarela,’’ ungkapnya kepada Radar Kaltara, Selasa (6/10).
Dijelaskannya juga, dalam proses pemungutan atau iuran setiap warga ini. Yakni tidak semuanya harus dalam bentuk uang. Melainkan, material bangunan, seperti kayu dan seng pun diterima. Karena nantinya, dana dari yang terkumpul akan digunakan membeli material bangunan tersebut.
“Karena namanya sukarela, jadinya apapun diterima. Jika ada warga yang lebih seng dan kayunya, bisa dibawa saat proses pembangunan dimulai,’’ ujarnya.
Lanjutnya, dalam aksi gotong–royong membangun rumah bagi warga yang menjadi korban ini. Menurutnya bukan kali pertama dilakukan, sebelumnya pun bagi warga yang terdampak juga secara langsung dibangunnya rumah secara gotong-royong.
“Dulu rumahnya Pak Jalin warga di RT 7. Di desa ini memang kami upayakan untuk terus menjaga sikap saling peduli seperti ini sebagai wujud kearifan lokalnya,’’ tuturnya.
Ia berharap, ke depan semangat gotong-royong dapat terus ditingkatkan. Bahkan, tidak hanya aksi ini, melainkan pada aksi lainnya. Pemdes pun akan terus memprakarsai dalam aksi ini agar dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
“Tapi,mengenai peran desa sendiri, sejatinya sejak awal sudah memberikan respons cepat bagi warga yang terkena musibah. Misal, dengan mencarikan tempat tinggal sementara dan kebutuhan pokoknya,’’ ujarnya.(***/har)