Pemberi dan Penerima Politik Uang Bisa Dipidana

- Selasa, 29 September 2020 | 10:17 WIB
KOMITMEN: Semua paslon bupati dan wakil bupati Malinau menandatangani pernyataan menolak politik uang dan politisasi sara dalam acara yang digelar Bawaslu Kabupaten Malinau, Sabtu (26/9) di Hotel Mahkota./Ist
KOMITMEN: Semua paslon bupati dan wakil bupati Malinau menandatangani pernyataan menolak politik uang dan politisasi sara dalam acara yang digelar Bawaslu Kabupaten Malinau, Sabtu (26/9) di Hotel Mahkota./Ist

MALINAU - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Malinau mengingatkan kepada pasangan calon (paslon), tim kampanye, partai politik (parpol) dan masyarakat sebagai pemilih untuk tidak melakukan politik uang dan politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (sara).

Karena itu, Sabtu (26/9) di Hotel Mahkota, Bawaslu Kabupaten Malinau bersama paslon bupati dan wakil bupati Malinau pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak Tahun 2020 mendeklarasikan menolak dan melawan politik uang dan politisasi sara. "Tujuan deklarasi ini sebenarnya untuk mengajak bersama paslon untuk melakukan kampanye sesuai dengan aturan dan undang-undang (UU) yang berlaku terutama terkait dengan politik uang,” ungkap Ketua Bawaslu Kabupaten Malinau Donny, S.Th, Sabtu (26/9).

Paslon dan semua pihak yang terlibat, Bawaslu dorong supaya tidak menggunakan kampanye dengan politik uang, sebab berpotensi pidana kepada si pemberi dan juga si penerima. Karena itu, diimbau jangan sekali-sekali mengunakan cara politik uang. "Bukan hanya pemberi tapi penerima juga berpotensi dipidana. Itu sudah jelas diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187 dan pidananya itu lumayan berat kalau tidak salah dendanya Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar, kemudian penjaranya 36 bulan sampai 72 bulan,” kata Donny.

Selain politik uang, lanjut Donny, Bawaslu Kabupaten Malinau juga mendorong agar jangan sampai politisasi sara, karena menurut pihaknya isu sara lebih berbahaya dari politik uang. Sebab jelas dia, pemberian uang kepada seratus orang paling 30 persen yang memilih. Tapi isu sara, bisa berdampak berkepanjangan dan bukan hanya pada waktu kampanye saja, tetapi setelah ada pemenangnya pun tetap berdampak psikologinya sampai beberapa tahun. “Itu yang kita dorong supaya jangan dilakukan terkait dengan kampanye isu sara,” tuturnya.

Isu sara bisa menjadi atensi, dan pihaknya tetap melakukan pengawasan karena memang jelas diatur dalam UU bahwa melakukan kampanye itu tidak mempermasalahkan dasar negara, tidak melakukan ujaran kebencian atau menjelekkan paslon. "Itu kan sudah diatur dalam UU jadi bagian tugas pengawasan dari bawaslu. Bentuk pencegahan yang kita lakukan ya seperti ini delkarasi bersama ini,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Malinau.

Kemudian selain politik uang dan politisasi sara, Bawaslu juga berharap agar semua paslon dan tim serta parpol untuk tetap mematuhi protokol kesehatan pengendalian dan pencegahan Coronavirus Disease (Covid-19), karena jika tidak mematuhi protokol kesehatan maka bisa saja menimbulkan klaster pilkada yang ujung-ujungnya masyarakat bisa tertular virus korona yang menjadi pandemi saat ini. "Jadi kita mendorong seperti itu. Kita harus menghargai bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi yang harus dihormati oleh paslon,” pungkasnya. (ags/fly)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X