“Covid-19 Jangan Ditakuti, tapi Patuhi Protokol Kesehatan”

- Senin, 14 September 2020 | 10:15 WIB
TETAP WASPADA: Karumkital Ilyas Tarakan, Letkol Laut (K) dr. Mukti Fahimi, SpPD.FINASIM berbagi kisah, dan mengingatkan masyarakat tetap menjaga 3M./LISAWAN/RADAR TARAKAN
TETAP WASPADA: Karumkital Ilyas Tarakan, Letkol Laut (K) dr. Mukti Fahimi, SpPD.FINASIM berbagi kisah, dan mengingatkan masyarakat tetap menjaga 3M./LISAWAN/RADAR TARAKAN

Dari ratusan orang yang terinfeksi Covid-19 di Tarakan, tapi hanya segelintir orang yang ingin berbagi kisah bagaimana diserang virus baru ini. Bahkan di kalangan masyarakat luas, beranggapan virus ini seperti aib yang harus ditutup-tutupi.

LISAWAN YOSEPH LOBO

LETKOL Laut (K) dr. Mukti Fahimi, SpPD.FINASIM ingin mengubah sudut pandang masyarakat mengenai pasien Covid-19. Lewat pengalamannya, dia sukarela ingin berbagi cerita.

Nyatanya coronavirus disease alias Covid-19 itu ada. Tidak memandang ‘bulu’. Tua, muda, dokter, pedagang, siapa saja bisa terpapar Covid-19, yang keberadaannya sudah menggemparkan dunia sejak awal 2020 ini. Bahkan selama sembilan bulan ini tidak terlepas dari pembicaraan masyarakat.

Dia bercerita, 26 Agustus lalu, tengah beraktivitas seperti biasanya di poli penyakit dalam, Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Ilyas Tarakan. Selama tiga jam, atau sejak pukul 08.00 Wita hingga jarum jam tepat di angka 11.00 Wita.

Di hari yang sama, dia berencana terbang ke Surabaya, Jawa Timur. Sehingga buru-buru. Tak sengaja melepaskan masker di dalam ruangan tersebut. Seingatnya, sekitar 2 menit dia tidak memakai masker di dalam poli tersebut. “Dari situ saya langsung mandi, keramas. Singkat cerita naik pesawat, dan tetap pakai masker,” kata pria yang merupakan kepala Rumah Sakit Angkatan Laut (Rumkital) Ilyas Tarakan.

Namun 5 jam kemudian, saat dalam perjalanan, tepatnya di Balikpapan, dia merasa tidak nyaman. Pernapasannya tidak seperti biasanya. Pikirnya mungkin pengaruh masker N-95 yang dikenakannya saat itu. Akhirnya dia mengganti masker, ke masker bedah. “Setelah ganti masker, baru terasa agak enak. Jadi saya pikir, yang tadi itu karena masker N-95 yang terlalu ketat. Jadi saat turun pesawat, saya tidak merasakan gejala apa-apa,” lanjut pria yang menyelesaikan program studi kedokteran umum pada 1998 di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Keesokan harinya, tepatnya 27 Agustus dia bertolak ke Tarakan. Namun karena mengantisipasi selama perjalanan, meski tidak ada gejala atau merasakan sesuatu yang tidak biasanya, dia berinisiatif memeriksakan diri. 28 Agustus, dia melakukan pemeriksaan swab. Siapa sangka, hasilnya positif terpapar Covid-19.

“Tapi dengan E-nol, artinya permukaan virus tidak ada dan viral load-nya atau kadar virusnya hanya 0,7. Artinya hanya terpapar dan tidak menularkan. Yang bisa menularkan itu kalau E atau reseptornya tinggi. Sehingga dokter yang memeriksa mengizinkan pulang, isolasi mandiri tidak perlu rawat inap,” lanjut pria yang menyelesaikan pendidikan dokter spesialis penyakit dalam pada 2013 lalu di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Namun yang menjadi masalah, saat masyarakat awam mendengar seseorang terinfeksi Covid-19, menjadi takut. Dalam dunia medis, tidak semua penderita Covid-19 bisa menularkan. Namun dalam hal ini, masyarakat diminta tetap mematuhi 3M. Yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun ataupun antiseptik.

“Yang positif dilihat lagi dari kadar virusnya atau viral load-nya. Mungkin itu yang tidak diketahui orang awam, kalau orang medis paham itu. Pokoknya jangan lepas 3M itu. Ada pengalaman rekan sejawat di Jakarta, dia tertular karena setelah lepas APD, naik kendaraan lalu usap mata, tidak cuci tangan. Tertularnya dari situ,” kata pria yang menyelesaikan program fellowship hemodialisis pada 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Jakarta.

Namun setelah 7 hari, saat dilakukan pemeriksaan swab lagi, hasilnya negatif atau sudah sembuh dari Covid-19. Sudah membentuk antibodi terhadap Covid-19, dia pun dapat melakukan terapi plasma convalescent, bagi penderita Covid-19 yang membutuhkan. “Kalau di Malang ada plasma convalescent, yang mana darah itu diambil dari orang yang sudah pernah sembuh dari Covid-19. Karena dia sudah punya antibodi, sehingga saat dimasukkan ke penderita Covid-19, dia bisa melawan Covid-19 dengan antibodi yang sudah terbentuk,” lanjut pria berusia 48 tahun ini.

Saat mengetahui dirinya positif, seluruh pegawai dan pekerja di RSAL Ilyas Tarakan dilakukan pemeriksaan swab. Sekitar 110 orang, termasuk tukang parkir, pekerja bangunan, dan penjaga kantin. Saat itu RSAL Ilyas Tarakan pun menutup total pelayanan di poli penyakit dalam.

“Sekarang sudah clear semua, termasuk 4 perawat sudah sembuh. Kami juga sudah disinfeksi area rumah sakit. Tapi poli yang lainnya buka, termasuk pemeriksaan rapid test karena ruangannya terpisah. Poli penyakit dalam saja yang kami tutup waktu itu, sebetulnya tanggal 12 sudah bisa buka, tapi karena ada penerimaan catar jadi kami fokus pada kegiatan itu dulu,” tutupnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X