NUNUKAN - Melalui Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan Dikdasmen (PPLPD) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), SMP PGRI 2 Nunukan, kepala dan guru SMP Budi Luhur Sebakis, Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, akhirnya dimediasi, Kamis (10/9).
Ketua PGRI Nunukan, Gumolung Bonte mengatakan, pertemuan itu guna klarifikasi soal curhatan suami guru Elin. Dari hasil rapat, terungkap honorarium bagi guru Elin sudah dibayar oleh pihak sekolah.
Yang menjadi masalah, terjadi miskomunikasi antara pihak guru dan pihak sekolah. Selanjutnya, dari hasil kesepakatan rapat, Yudha, suami guru Elin bersedia menyampaikan permintaan maaf di media sosial (medsos) dan akan menghapus unggahannya.
“Jadi sudah diklarifikasi, baik dari pihak kepsek maupun guru Elin, memang ada miskomunikasi sebelumnya. Melalui rapat ini, semua sudah diperjelas,” ungkap Bonte saat ditemui, Kamis (10/9).
Bonte menambahkan, SMP Budi Luhur telah bergabung meminta filial menginduk di PGRI sejak 2016 lalu. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), akhirnya PGRI menjadi induk filial SMP Budi Luhur. Itu juga dilakukan sebagai syarat pelajar SMP Budi Luhur bisa mengikuti ujian nasional. “Kami hanya membantu maju mundurnya sekolah ini. Perhatian kami juga ada lewat bantuan ATK (alat tulis),” tambah Bonte.
Soal curhatan suami guru Elin, Kepala SMP Budi Luhur, Sugeng memastikan, gaji sudah tersalurkan ke Elin setiap bulannya. Apalagi hanya ada Elin di sekolah tersebut.
“Gaji guru tetap kami bayar. Soal tidak dibayar gajinya itu tidak benar, mas Yudha saat mem-posting (mengunggah) di medsos, tidak komunikasi dahulu ke kami,” ujar Sugeng saat ditemui, kemarin (10/9).
Sugeng menjelaskan, gaji Elin, bersumber dari dana iuran pelajar di sekolahnya. Seluruh siswa sebanyak 60 orang, diwajibkan membayar iuran sebesar Rp 50 ribu setiap bulannya. Dari pembayaran iuran itulah, pihak sekolah menggunakan untuk membayar gaji dan pelan-pelan melakukan renovasi sekolah dan melengkapi keperluan sekolah lainnya.
Selain itu, dana bantuan operasional sekolah (BOS) digunakan ketika ada kekurangan keperluan di sekolah. “Jadi dari uang penarikan iuran SPP, kami berikan ke guru yang mengajar. Upahnya dari Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu dan tidak tentu. Karena sesuai dengan masuknya uang iuran SPP, dari jumlah 60 siswa, belum tentu membayar semua, kami lihat dari kondisi ekonomi masyarakat setempat juga, tidak bisa dipaksakan,” jelas Sugeng.
Di tempat yang sama, Yudha yang mewakili istrinya guru Elin juga mengaku, gaji Elin di tahun 2017 dan 2018 telah dibayarkan pihak sekolah. Di tahun 2019, Yudha akui minimnya penerimaan gaji, itu membuat istrinya Elin, kurang mengkomunikasikan kepada dirinya. Namun, sejatinya gaji tersebut sudah dibayarkan. “Ya, mungkin saat itu, istri saya lupa, karena sangking minimnya gaji yang diterima,” ujar Yudha saat ditemui Radar Tarakan, kemarin (10/9).
Yudha sendiri, mengaku mengunggah tulisannya di medsos, untuk mendapatkan perhatian. Yudha juga cemas dengan bangunan sekolah, sebab sang istri sedang mengandung anaknya yang baru berusia 3 bulan.
“Jadi supaya bangunan sekolah dapat perhatian lagi, setidaknya bisa direhabilitasi pelan-pelan. Jangan sampai nanti terjadi apa-apa dan menimpa istri saya, kan tidak sebanding dengan upah. Makanya saya minta istri saya istirahat dahulu, namun memang istri saya yang kasihan dengan anak-anak di sekolah tersebut, tidak ada yang mengajar,” tegas Yudha.
Namun, dampak dari unggahan Yudha, juga membawa kebaikan. Yudha mengaku, sejumlah pengguna Facebook, melakukan open donasi peduli guru Elin yang berjuang di daerah terisolir. Dirinya sendiri sudah dikonfirmasi terkait hasil donasi yang akan disalurkan kepada Elin.
Sementara itu, Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Disdikbud Nunukan, Widodo pada kesempatan itu, memberikan saran kepada sekolah untuk mengurus yayasan ke akta notaris. Kemudian mengajukan permohonan hibah lahan atas nama yayasan. Setelah proses itu dilakukan, Disdikbud punya kewenangan membantu pembangunan sekolah untuk ke depannya.