Cerita Guru Elin, 5 Tahun Mengajar Tak Pernah Diupah

- Rabu, 9 September 2020 | 11:13 WIB
MEMPRIHATINKAN: SMP Budi Luhur di Sebakis, Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, terlihat memperihatinkan dengan plafon sekolah yang terlihat sudah bolong./YUDHA UNTUK RADAR TARAKAN
MEMPRIHATINKAN: SMP Budi Luhur di Sebakis, Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, terlihat memperihatinkan dengan plafon sekolah yang terlihat sudah bolong./YUDHA UNTUK RADAR TARAKAN

NUNUKAN – Keluhan melalui Media Sosial (Medsos) kembali disampaikan oleh salah satu akun Facebook dimana dirinya mengeluhkan perhatian pemerintah soal tidak diupahnya seorang guru yang sudah mengabdi selama 5 tahun.

Diwawancarai media ini, akun facebook bernama Yudha tersebut mengatakan, guru tersebut adalah istrinya sendiri bernama Elin. Yudha menjelaskan, Elin sudah mengajar selama 5 tahun di SMP Budi Luhur, Sebakis, Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan.

Soal belum dibayarnya upah istrinya Elin yang mengabdi menjadi guru di SMP tersebut, diakuinya memang belum diupah selama hampir 2 tahun lebih. Ia sendiri belum tau pasti penyebab tidak dibayarkannya upah istrinya tersebut. “Itu kan yang kelola kepala sekolah, pasti dana BOS itu kan diserahkan ke kepala sekolah, tapi saya kurang tahu juga gimana itu, istri saya gajian hanya baru dua kali, itu pun hanya setahun sekali gajinya diberikan sejak 2 tahun lalu. Gajinya istri saya setahun hanya Rp 2 juta,” ujar Yudha, ketika diwawancarai melalui telepon seluler, Selasa (8/9).

Alasan istri Yudha tetap ingin mengajar di sekolah tersebut, diakuinya karena sang istri kasihan dengan keadaan sekolah yang minim guru. Namun ada sejumlah pelajar yang harus mendapatkan ilmu pengetahuan. Apalagi kebetulan rumah Yudha bersama istrinya tidak jauh dari sekolah.

Yudha mengaku, istrinya Elin adalah warga Sebatik yang masih menempuh pendidikan salah satu perguruan tinggi di Sebatik. Elin saat ini juga sedang mengandung anak dengan usia kandungan 3 bulan. Keadaan itulah yang membuat Yudha memintanya istrinya istirahat dahulu mengajar di sekolah.

“Memang kebetulan selama pandemi Covid-19, anak sekolah baru masuk sekolah lagi kurang lebih sepekan berjalan di sini. Jadi sempat saya tanya, tidak usahlah mengajar dulu, tapi dia yang memang kasihan kepada anak-anak di sekolah tidak ada yang mengajar. Dia sendiri memang tidak pernah tanyakan gajinya, dia tidak berharap gaji, hanya ikhlas membantu,” tambah Yudha.

Elin sendiri, diakui Yudha mengajar di kelas I, II dan  III. Jumlah murid di sekolah tersebut, juga diakuinya hanya puluhan. Dalam 1 ruangan, tergabung kelas I, II dan III, ruangan tersebut hanya dibatasi dinding triplek. Elin berpindah-pindah mengajar dari kelas I ke kelas II kemudian ke kelas III dalam sehari. Tersisa 2 guru yakni Elin dan kepala sekolah saat ini yang mengajar di sekolah tersebut. Padahal sebelumnya sempat ada sebanyak 8 guru, namun berhenti karena tidak digaji.

Yudha memang mengakui, daerah Sebakis masih termasuk daerah yang terisolir. Untungnya Elin kuliah secara daring, namun jika ujian kuliah tiba, Elin harus ke Sebatik dan menginap selama sepekan.  Selama sepekan tersebut, tentunya tidak ada guru yang mengajar di SMP Budi Luhur tersebut.

Sekolah yang dalam keadaan memperihatinkan, juga diakui Yudha. Meski dirinya memposting foto sekolah dengan keadan tak layak sejak keadaan pada 2 tahun lalu, Yudha mengajak berpikir seperti apa keadaan sekolah tersebut yang diakuinya belum pernah direhabilitasi hingga saat ini.

Dengan tidak diupanya Elin, Yudha berharap, sekolah setidaknya terlebih dahulu di perbaiki. Kemudian juga berharap adanya guru yang bisa membantu mengajar di sekolah tersebut karena minim pengajar, apalagi jika istrinya berhalangan masuk mengajar, tentunya pelajar-pelajar tersebut tidak ada yang mengajar.  “Ya, lebih diperhatikan saja bangunan sekolah dan pendidikan anak-anak di sekolah ini,” harap Yudha.

Terpisah, dikonfirmasi soal kondisi di SMP Budi Luhur di Sebakis tersebut, Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Nunukan, Widodo menjelaskan, soal pendiriannya, sekolah tersebut memang sekolah swasta. Sekolah tersebut, didirikan di bawah binaan Kementerian Transmigrasi sejak tahun 2013 lalu.

Disdikbud mengaku pendiriannya kurang dikoordinasikan. Sehingga, setelah berjalan selama hampir 3 tahun, sekolah yang ingin meluluskan siswa dan akan melaksanakan ujian nasional, para siswanya tidak terdata karena perizinannya tidak lengkap. Pemerintah melihat demi kepentingan pelajar di sana, Disdikbud melalui PGRI pun meminta dimasukkan sebagai sekolah filial di PGRI.

Sementara untuk statusnya, sekolah itu memang sekolah yang dikelola oleh masyarakat atau swasta. Akan tetapi pemerintah tetap berkontribusi membantu dari sisi pendanaan melalui dana BOS, kemudian dana BOSDA, akan tetapi dana itu tidak langsung ke sekolah, karena menginduk ke PGRI.

“Sesungguhnya itu sudah difasilitasi. Terkait adanya honor yang belum dibayar dan sebagainya, itu memang persoalan serius. Syarat mendapatkan honor itu kan ada, misalkan guru itu harus sarjana, harus masuk dapodik, itu yang menjadi kesulitan mereka. Karena dana BOS itu, boleh digunakan membayar honor, asalkan honor yang bersangkutan memenuhi syarat,” jelas Widodo.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X