TANJUNG SELOR - Memasuki era adaptasi kebiasaan baru (AKB) di tengah pandemi Covid-19 saat ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan pelonggaran terhadap layanan transportasi, khususnya di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara).
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltara, Taupan Madjid mengatakan, dengan dibukanya transportasi pada kondisi tertentu saat ini, diharapkan ekonomi daerah bisa kembali membaik. Sebab, dampak dari pandemi Covid-19 belakangan ini sangat terasa terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Sebelum terjadinya pandemi Covid-19 itu, tingkat penggunaan transportasi sangat tinggi. Tapi saat Covid-19, ini jadi berkurang," ujarnya saat menjadi narasumber pada acara Respons Kaltara di Tanjung Selor, Rabu (5/8).
Jika melihat tingkat mobilisasi masyarakat pada transportasi laut di Tarakan mencapai 1.500-2.000 orang per hari. Tapi, pada tiga bulan terakhir ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Aktivitas masyarakat itu hanya yang penting-penting saja.
Tapi, memasuki era AKB ini, aktivitas masyarakat memang lebih dilonggarkan, tapi tetap diatur melalui beberapa kebijakan, di antaranya dalam bentuk peraturan menteri (permen).
"Untuk di sektor perhubungan itu, ada dikeluarkan Permenhub nomor 41/2020 yang merupakan perubahan atas Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penularan Covid-19," katanya.
Dikatakannya, terbitnya Permenhub itu ditindaklanjuti lagi dalam bentuk surat edaran dari masing-masing Dirjen yang ada. Namun, penekanannya tetap harus mengacu pada standar protokol kesehatan.
"Seperti yang baru-baru ini, ada kebijakan untuk transportasi laut di wilayah Kaltara yang jarak tempuhnya 2 jam ke bawah tidak perlu rapid test lagi. Tapi tetap menerapkan protokol kesehatan," jelasnya.
Harapannya, dengan dilongarkannya jalur transportasi ini, ekonomi bisa meningkat lagi. Karena belakangan ini cukup banyak usaha yang terpaksa 'gulung tikar' karena tidak ada pemasukan, di antaranya pada sektor perhotelan.
Namun, kebijakan untuk pembatasan jumlah penumpang masih tetap diterapkan. Dalam hal ini tetap maksimal 75 persen dari kapasitas normal. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya antisipasi terjadinya penyebaran kasus pada layanan transportasi umum ini.
Disinggung soal pengawasan terhadap pelabuhan ilegal yang kerap digunakan masyarakat yang menghindari pemeriksaan sesuai standar protokol kesehatan oleh petugas, ia tak menampik bahwa hal ini juga menjadi problem di lapangan.
"Di sini tanggung jawab pemerintah itu ada pada pelabuhan resmi. Tapi, dalam hal ini kami tetap mengimbau kepada pelaku usaha agar tetap mematuhi anjuran pemerintah," tuturnya.
Hanya saja, pada persoalan ini juga kembali pada kesadaran dari masyarakat. Sebab, dari pemerintah sudah menyiapkan jalur resmi yang diatur sedemikian rupa protokol kesehatannya. Jadi, diharapkan masyarakat tidak menggunakan pelabuhan yang tidak resmi.
"Artinya perlu adanya kerja sama dari semua pihak agar semua bisa menaati protokol kesehatan. Pastinya dari pemerintah sudah melakukan berbagai upaya, tinggal dari kesadaran masyarakat lagi, apakah mau menaati atau tidak," ujarnya. (iwk/eza)