MASA panen padi menjadi suatu yang paling dinantikan para petani. Namun, harapan penantian itu gugur lantaran kemunculam Neck Blast.
Neck Blast dikenal salah satu penyakit yang kerap menghantui padi petani jelang masa panen. Neck Blast berbentuk jamur bernama latin Pyricularia Grisea.
Tak tanggung-tanggung, dampak dari Neck Blast, setidaknya telah ‘menghancurkan’ padi yang hendak dipanen seluas 300 hektare di Sajau Hilir, Kabupaten Bulungan.
Hal ini pun dibenarkan oleh Mul (45) Ketua Kelompok Tani di daerah setempat. Panen padi kali ini gagal dan tak sesuai harapan para petani. Padahal, lewat panen, petani bisa menyambung hidup. “Ya, benar panen padi ini gagal karena Neck Blast atau patah leher,’’ ungkapnya singkat saat dikonfirmasi Radar Kaltara, kemarin (31/3).
Sementara, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan, Andik Wahyunarto, saat dikonfirmasi, menambahkan bahwa memang kejadian itu tak dapat terelakkan lagi. Namun, menurutnya itu tak sepenuhnya dinyatakan gagal. “Ada juga yang bisa dipanen, tapi memang tak banyak,’’ ungkapnya melalui sambungan telepon pribadi.
Lanjutnya, Neck Blast atau patah leher ini menurutnya disebabkan karena adanya perubahan cuaca. Yaitu dari kemarau yang cukup panjang dan terjadinya intesitas hujan yang begitu tinggi. Ditambah, kondisi padi saat itu masuk pada masa generatif. “Karena perubahan cuaca itulah. Jadi, padi-padi di sana secara serentak terkena dampak dari Neck Blast,’’ ujarnya.
Disinggung mengenai upaya pencegahan dari Dinas Pertanian yang pernah dilakukan? Andi sapaan akrabnya menjelaskan bahwa hal itu sejatinya sudah acap kali dilakukan. Melalui WhatsApp Group petani pihaknya menyampaikan tentang perubahan cuaca itu. Termasuk, suhu udara rata-rata. Dan potensi kecenderungan dari penyakit yang sering muncul. “Mungkin ini menjadi perhatian kami lebih jauh, petani ada yang belum paham. Sehingga mereka tak mengindahkannya,’’ katanya.
Di sisi lain, mengenai adanya bibit padi yang cenderung mudah terserang penyakit. Ia mengatakan bahwa memang ada, dan padi yang terkena penyakit itu merupakan salah satunya. Yaitu jenis padi jenis cimelati. Berbeda dengan jenis padi lainnya atau dikenal trabas yang memiliki daya tahan terhadap penyakit. “Tapi, memang untuk padi cimelati ini berasnya nanti lebih pulen. Sehingga masyarakat atau petani lebih menggemarinya,’’ tuturnya.
Namun, di sebagian wilayah lainnya, panen padi tetap berlangsung dengan semestinya. Mereka memanen padi dengan produksi yang baik. “Untuk data luas padi dan produksinya nanti akan kami rekapnya,’’ pungkasnya.(omg/zia)