GUBERNUR Kalimantan Utara (Kaltara), Dr. H. Irianto Lambrie menegaskan, kebijakan lockdown (karantina wilayah) menangani pandemi Covid-19 jelas aturannya, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Pelaksanaan lockdown itu sesuai prosedur atau ketentuan perundang-undangan, untuk di tingkat provinsi dan nasional, ditetapkan Presiden RI, dalam hal ini Joko Widodo. Sementara kabupaten/kota, itu harus bersurat ke gubernur, kemudian diteruskan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri). “Nanti, Mendagri yang menetapkan, apakah daerah itu layak dilakukan lockdown atau tidak. Karena harus dipahami bahwa lockdown itu benar-benar harus dikunci,” jelasnya kepada Radar Tarakan saat ditemui di Tanjung Selor, Senin (30/3).
Mantan sekretaris provinsi (sekprov) Kalimantan Timur (Kaltim) ini menyebutkan, dampak lockdown, warga tak bisa keluar masuk.
Termasuk orang-orang yang ada di daerah itu tidak boleh keluar rumah. Kecuali untuk kepentingan seperti berobat ke rumah sakit. Itu pun, harus izin atau lapor ke petugas keamanan, baik polisi atau TNI yang ditugaskan, baru boleh keluar. “Jangan dikira lockdown itu hanya latah-latah begitu saja. Jadi, harus mengerti betul lockdown itu apa,” tegasnya.
Disebutkannya, banyak risiko yang akan dihadapi jika lockdown itu dilakukan. Di India, misalnya. Lockdown yang dilakukan gagal. Padahal dana yang sudah disiapkan untuk penanganan selama lockdown sebesar Rp 360 triliun. “Begitu juga di Kota Tegal. Itu di pedesaan mereka tidak bisa kerja, tidak bisa apa-apa, sementara tidak ada stok makanan di rumahnya, sehingga mereka kelaparan,” sebutnya.
Lanjut Gubernur, perlu diketahui bahwa kebijakan lockdown ini tidak cukup jika hanya dengan kebijakan dari pemerintah, tapi juga harus ada kesadaran dari masyarakat. Oleh karena itulah Irianto mengaku tidak ingin asal-asal menyebutkan lockdown. “Setidaknya, jika ingin mengusulkan lockdown itu harus sudah ada pendapat ahli serta situasinya memang teruji sudah dapat dikatakan darurat betul. Termasuk prosedur secara hukum harus diikuti atau ditaati,” bebernya.
Sebab, jika tidak mengikuti aturan yang berlaku, kepala daerah yang melakukan lockdown bisa dipidana dan diberhentikan dari jabatan. “Jadi kita harus ikuti ketentuan yang berlaku. Artinya, masyarakat boleh saja menyampaikan tanggapannya, tapi pemerintah harus menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan lockdown itu,” pungkasnya.
REALOKASI ANGGARAN RP 39 M
Pemprov Kaltara melakukan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.
Gubernur Kaltara Dr. H. Irianto Lambrie mengatakan, berdasarkan data terakhir dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), anggaran yang realokasi sebesar Rp 39 miliar. Namun, kemungkinan bisa bertambah sesuai dengan perkembangan kondisi ke depannya.
“Kami sudah menyelesaikan administrasi realokasi anggaran ini untuk penyusunan DPA (dokumen pelaksanaan anggaran) pengalihan atau realokasi APBD,” ujarnya kepada di Tanjung Selor, Senin (30/3).
“Ini sambil menunggu rincian barang yang akan dibeli itu apa saja. Termasuk ada atau tidaknya, serta di mana barang itu bisa didapatkan. Nah, ini tugas dari dinas teknis, dalam hal ini Dinas Kesehatan (Dinkes),” sebut Irianto.
Dijelaskannya, anggaran yang direalokasikan itu terdiri dari dana alokasi khusus (DAK) dan APBD Kaltara. untuk yang bersumber dari APBD itu, diambil dari anggaran perjalanan dinas dan kegiatan yang tidak produktif.