Tarakan bakal kesulitan jika harus melakukan lockdown(karantina wilayah) menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan masih menimbang akan kebijakan itu.
WALI Kota Tarakan dr. Khairul, M.Kes, mengatakan, berdasarkan arahan pemerintah pusat, disebutkan bahwa setiap kepala daerah sebelum mengambil kebijakan harus memikirkan dampak dari berbagai aspek.
“Jadi tidak hanya penanggulangan Covid-19, tapi juga dampak terhadap sektor ekonomi. Walaupun kami selalu berprinsip bahwa nyawa lebih berharga dari ekonomi. Tapi ternyata tidak seluruh masyarakat berprinsip seperti itu, ini masalahnya,” beber mantan sekretaris kota (sekkot) Tarakan ini, kemarin (29/3).
Khairul menyatakan, di masa ini masih banyak masyarakat yang sangat bergantung dari pekerjaan di luar rumah. Sehingga pekerjaan di dalam rumah hanya dapat dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) saja. Sebab perusahaan swasta tidak dapat melakukan pekerjaan di rumah dikarenakan masih bergantung pada produktivitas produksi.
Untuk itu, jika ingin melakukan lockdown, maka Pemkot Tarakan harus meminta izin kepada Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri. Nah, pada penutupan bandara, pihaknya harus berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan.
Namun saat ini Tarakan sedang melakukan local lockdown yakni merupakan karantina parsial terhadap daerah-daerah yang diduga berisiko, seperti kawasan RT 3 Pamusian yang sudah ada warganya positif Covid-19. Akan tetapi, jika terdapat RT yang juga ingin melakukan local lockdown pun dipersilakan pemerintah.
“Kalau lockdown, kami pasti akan lebih dimudahkan karena kalau enggak ada orang masuk, kami tinggal mengurus masyarakat lokal. Tapi suara masyarakat belum seirama, sehingga kalau perlu saya melakukan referendum, apakah perlu melakukan lockdown. Saya tidak bisa dengar satu sampai 2 orang, tapi harus seluruh masyarakat,” tegasnya.
Sebelum mengambil kebijakan, pihaknya harus melakukan pembahasan lebih dulu. Kemudian jika diputuskan lockdown, maka akan diusulkan kepada Kemendagri. Sekarang ini, lockdown masih jadi pertimbangan pemerintah, namun ini tak dapat dilakukan serta merta karena harus meminta pendapat dari masyarakat seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan dan unsur pimpinan daerah lainnya.
“Kalau semua sepakat, saya tinggal bersurat kepada menteri,” jelasnya.
Dan akan semakin sulit, jika spesimen pasien dalam pengawasan (PDP) yang ingin dikirim ke BBLK Surabaya tak dapat dilakukan. “Pengiriman spesimen pemeriksaan positif atau tidak, itu harus pakai pesawat. Ya kalau enggak ada penerbangan, mau bagaimana? Kalau penerbangan masuk saja, tapi harus membawa peralatan medis, orang maukah? Ini persoalannya. Mengambil keputusan harus pikir panjang, apalagi kita tidak punya kemampuan memeriksa. Dan kita tidak diberi legalitas untuk memeriksa itu,” terangnya.
Tegal, Jawa Tengah tak dapat dijadikan pembanding. Apalagi Tegal merupakan perbatasan darat yang hanya perlu menutup akses darat.
“Bukan lambat, tapi kami juga setiap hari berpikir untuk solusi terbaik dan sedang kami simulasikan. Lockdown itu memungkinkan, tapi perlu pertimbangan,” katanya.
Hingga kini, Pemkot Tarakan melakukan inventarisasi mengenai stok kebutuhan sembako. Sehingga dalam hal ini Pemkot Tarakan menilai kebutuhan sembako masyarakat masih aman selama 2 bulan ke depan.