TARAKAN - Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD) sejak merebaknya pandemik Covid-19, memunculkan kekhawatiran masyarakat terhadap ancaman krisis moneter. Meski masih jauh dari kemungkinan, namun sebagian kalangan menilai hal itu bisa saja terjadi jika pandemik Covid-19 terjadi dalam kurun waktu lama.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltara, Ahmad Yufrizal menuturkan, dengan anjloknya nilai tukar rupiah hingga Rp 16.680 per USD 1 pada Senin (23/3) tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian Kaltara. Pasalnya, ia menjelaskan jika aktivitas ekspor-impor kebutuhan pokok tidak begitu besar. Sehingga ia memastikan hal tersebut tidak berefek kebutuhan dasar masyarakat.
"Karena aktivitas ekspor-impor Kaltara tidak begitu besar. Sembako juga, yang tidak mengalami kenaikan signifikan. Kemarin kan yang langka gula, cuma jangka pendek saja karena pemerintah saat ini sudah mulai melakukan impor lagi. Saya lihat kemarin di pasar itu, sudah banyak lagi gula," ujarnya.
Meski mengakui akibat jatuhnya nilai tukar mempengaruhi ketersediaan beberapa kebutuhan sembilan bahan pokok, namun dengan kesigapan pemerintah hal tersebut dapat diatasi. Dan saat ini ia memastikan jika ketersediaan kebutuhan masih terjaga.
"Jadi pemerintah kan mengambil langkah cepat untuk mengambil tindakan. Nanti bulan ini kan akan keluar data inflasi, tapi untuk sementara cukup aman," tukasnya.
Ia menjelaskan, beberapa waktu lalu Kaltara sempat mengalami fluktuasi, hanya saja fluktuasi tersebut masih dapat terkontrol. Karena menurutnya fluktuasi tersebut masih berada pada dari fluktuasi nasional. "Memang bulan kemarin beberapa harga kebutuhan di Tarakan turun yaitu deflasi sementara Tanjung Selor mengalami inflasi. Tapi secara agregat Kaltara aman karena fluktuasinya lebih rendah daripada nasional," bebernya.
Lanjutnya, terkait jatuhnya nilai rupiah, menurutnya hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja tapi terjadi di sebagian besar negara di Asia. Sehingga jika melihat kondisi tersebut, pihaknya optimistis pemerintah dapat mengembalikan nilai tukar rupiah setelah aktivitas masyarakat sudah berjalan normal.
"Akhir bulan ini kita coba lihat seperti apa perkembangannya. Terkait turunnya nilai rupiah, saya yakin ini hanya bersifat sementara. Karena bukan kita saja, negara seluruh dunia juga mengalami hal sama saat pandemik covid-19 terjadi. Karena adanya gejolak pada pada perekonomian di setiap daerah,” ungkapnya.
“Tapi dengan potensi yang kita punya, saya optimis bisa mengembalikan nilai rupiah setelah pendemik ini berakhir. Oleh karena itu tidak boleh terlalu cemas, harus tetap kreatif dan optimis semua dapat kembali normal. Untuk mencegah kestabilan rupiah BI selalu berada di pasar, untuk menekan inflasi dan deflasi setiap waktu," jelasnya. (*/zac/eza)