Sejak lulus pendidikan Akademi Kepolisian (Akpol) Kombes Pol Erwin Zadma banyak betugas di Reserse. Penempatan tugasnya mulai dari Pulau Jawa, Kalimatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Aceh. Selama bertugas keamanan menjadi fokus nomor satu.
ASRULLAH
BAGI pria kelahiran Sengkang, Sulawesi Selatan (Sulsel) ini setiap tugas dan lokasi memiliki kenangan tersendiri. Setiap jabatan juga punya tantangan. Dan setiap daerah memiliki kesan. Wilayah penempatan tugas pertamanya di Magelang. Beberapa tahun bertugas ia mendapatkan amanah menjadi Kasat Reskrim di Magelang.
Baginya, berada di satuan reserse tidak mudah. Apalagi menangani kasus. Untuk menggali informasi ia harus berkeliling Pulau Jawa. Kemudian, waktu ia bertugas untuk satuan kerja (satker) reserse masih belum terbagi menjadi Ditreskrimsus, Ditreskrimum dan Ditreskoba. Kemudian, saat itu penanganan kasus fasilitas belum ditunjang dengan IT, berbeda dengan saat ini.
“Untuk mendapatkan informasi sampai dari Magelang ke Surabaya dan Jakarta. Kalau saat ini pengungkapan menggunakan teknologi sangat membantu,” kisahnya.
Kemudian, pada 2001 saat bertugaskan di Polda Kalteng hingga menjabat sebagai Waka Polres Kota Waringin Barat. Yang menjadi cacatan penting kehadiran Korps Bhayangkara dapat membangun daerah. Caranya memberikan rasa aman terhadap masyarakat. Dengan begitu, para investor akan mudah masuk.
Hadirnya investor tentunya memberikan dampak pada masyarakat. Mulai perekonomian hingga terbukanya lapangan pekerjaan. Melihat kondisi Provinsi Kaltara, membuat ayah dua anak ini sangat yakni kemajuan Kabupaten Bulungan akan lebih cepat lagi. Sebab, Kaltara merupakan daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN) baru sehingga banyak investor yang masuk. Terlebih Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditempatkan di Kaltara.
“Setelah 8 tahun baru kembali ke Kalteng, perubahan yang luar biasa. Pas datang di Tanjung Selor, melihat bandara saya langsung mengingat saat pertama bertugas di Kalteng. Saya yakni empat hingga lima tahun Kaltara, khususnya Bulungan lebih maju. Tentunya, yang harus dijaga keamanan karena itu nomor satu,” bebernya.
Cerita berbeda saat menjadi Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel. Saat itu Kota Makassar lagi marak kejahatan konvensional mulai dari pencurian dan pemberatan, curanmor, penipuan, penggelapan, penganiayaan. Menuntaskan persoalan itu, ia membentuk dua tim. Pertama Tim Khusus (timsus) dan Tim Reserse Mobil (Resmob). Ai langsung memilih anggota yang ditempatkan di dua tim yang dibentuk.
“Ada persaingan sehingga kasus besar pembunuhan, perampokan dan begal terungkap. Boleh dicek jaman saya, waktu ada timsus yang saya bentuk. Dan ini kuga cara meningkatkan kualitas dengan cara ada pesaing. Sangat terbantu saat itu,” tambah pria yang gemar bersepeda ini.
Selain itu, sebagai putra daerah tidak dapat dipungkiri ada intervensi keluarga. Ia mencontohkan perkataan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis ‘ditangkap kawan tidak ditangkap kewajiban’ hal seperti terjadi di Makassar. Solusinya bagaimana? Upaya pertama yakni Restorasi Justice atau damai. Baginya jika persoalan bisa didamaikan kenapa tidak dilakukan. Karena langkah damai itu antara kedua pihak tidak ada yang dirugikan.
“Pernah anggota mengamankan pelaku pencurian saya tanya langsung kenapa melakukan itu. Ia jawab untuk kebutuhkan keluarganya. Saya minta anggota mengecek ke rumah pelaku dan itu benar terjadi, apa yang dilakukan karena terpaksa. kan kasihan. Karena itu, upaya pertama damai,” tegasnya.