Ujian Nasional Tetap Berjalan Tahun Ini

- Minggu, 23 Februari 2020 | 10:41 WIB
ilustrasi
ilustrasi

TARAKAN - Wacana penghapusan ujian nasional (UN) ternyata menuai perhatian besar di masyarakat. Meski demikian, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltara menegaskan jika ujian sekolah masih tetap ada.

Hanya, ujian tersebut tidak menuntut standar khusus yang harus dipenuhi siswa.

Kepala Disdikbud Kaltara Cabang Tarakan Akhmad Yani saat dikonfirmasi menjelaskan, selama ini sistem UN dianggap terlalu padat dan membebani siswa dalam mencapai nilai tertentu. Banyak siswa, orang tua dan guru terbebani dengan tuntutan tersebut.

“Perlu diketahui UN tahun 2019-2020 masih tetap dilaksanakan. Materi UN dianggap terlalu padat, sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan kontennya saja. Bukan kompetensi penalarannya. Kedua, UN juga dianggap menjadi beban bagi siswa dan guru dan orang tua. Karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu,” ujarnya. 

Padahal menurutnya UN berfungsi sebagai pemetaan mutu sistem pendidikan nasional, bukan penilaian terhadap individu. Sehingga terjadi adanya perubahan makna. Kemudian, UN hanya menilai dari sifat kognitif saja, jadi belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.

Lanjutnya, pemerintah merencanakan jika di tahun 2021 mendatang dunia pendidikan di Indonesia telah mengadopsi sistem pendidikan internasional yang lebih mengedepankan perkembangan karakter dan meniadakan tuntutan belajar yang membebankan siswa.

“Sehingga, arah kebijakannya untuk tahun 2021 berubah menjadi assesment kompetensi minimum (AKM) dan survei karakter (SK). Dinilai literasi, nomerasi, dan karakter. Apa itu AKM dan SK? Jadi ada kemampuan menggunakan nalar dalam literasi dan ada kemampuan berhitung pada nomerasi, kalau untuk karakter lebih pada kepribadian siswa,” tukasnya.

Sistem AKM dan UN memiliki perbedaan signifikan dalam prakteknya. AKM lebih mengutamakan proses dan perkembangan anak pada masa belajar, sedangkan UN lebih kepada hasil dari proses pendidikan. Meski demikian, menurutnya keduanya cukup baik, namun AKM lebih mengedapankan proses yang tentunya sangat realistis dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sehingga tak heran sistem AKM masuk dalam standar pendidikan dunia.

“Yang berbeda antara UN dan AKM tadi, diambil pada kas tengah misalnya untuk SD itu ada pada kelas 4, SMP pada kelas 8 dan SMA pada kelas 11. Karena kalau di tengah ada waktu untuk memperbaiki pelajarannya. Kemudian pelaksanaan itu, mengacu pada program internasional student assesment (PISA), itu mengacu pada standar di seluruh dunia,”tuturnya.

Sementara penerapannya, AKM hanya dilakukan pada pertengahan kelas dalam sebuah jenjang. Sedangkan UN dilakukan pada kelas akhir dalam sebuah jenjang. Menurutnya diberlakukannya penilaian AKM pada pertengahan kelas dalam sebuah jenjang dimaksudkan untuk mengukur perkembangan siswa dalam belajar. “AKM ini hanya dilakukan pada pertengahan kelas setiap jenjang saja. Untuk kelas tingkat akhir setiap jenjang itu masih berproses dan masih dikaji,” tuturnya.

Ia berharap dengan adanya perubahan pada sistem pendidikan di Indonesia, tentunya dapat mengubah karakter dan pola pikir generasi selanjutnya menuju arah yang lebih baik.

“Tentunya dengan sistem ini diharapkan dapat memperbaiki pola pikir masyarakat indonesia dalam memandang sesuatu. Selain itu, diharapkan dapat mencapai mutu pendidikan yang diharapkan,” jelasnya. (*/zac/lim)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X