MANAGED BY:
MINGGU
03 DESEMBER
RADAR KALTARA | TARAKAN | BULUNGAN | NUNUKAN | MALINAU | KTT | KULINER | OLAHRAGA | ADV | KRIMINAL
Jumat, 21 Februari 2020 09:57
Sembunyikan Kepanikan, Berniat Kabur dari Wuhan

Kilas Balik Cerita Mahasiswa Eks Observasi Natuna (Bagian-3)

BAHAGIA: Ince Indira Sabrina Fatima Ningsih dan Annisa Irba Widyasari saat perjalan menuju Kaltara usai mengikuti observasi di Natuna.

Ince Indira Sabrina Fatima Ningsih dan Annisa Irba Widyasari merupakan mahasiswa asal Tanjung Selor yang mengenyam pendidikan di Hubei Polytechnic University, Tiongkok. Sebelum berkumpul bersama keluarga di Tanjung Selor, keduanya sempat terisolasi di Kota Wuhan dan Huangshi, Tiongkok. Setelah itu, harus melalui diobservasi di Natuna, Kepulauan Riau selama 14 hari hingga dinyatakan negatif dari virus Corona.

 

ASRULLAH, Tanjung Selor

 

DUA mahasiswa asal Tanjung Selor ini sama-sama memilih jurusan kedokteran di Hubei Polytechnic University. Bedanya, Ince Indira saat ini semester 4, sedangkan Annisa semester 2. Keduanya menjalani proses perkuliahan secara online. Itu dikarenakan, wabah virus corona atau Covid-19 berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok.

Cerita Ince Indira dan Annisa dimulai awal Januari. Virus corona, membuat ia harus kembali ke Tanah Air. Awal Januari virus yang menyerang sistem pernapasan ini mulai menelan korban. Di sejumlah pemberitaan menyita perhatian publik. Tidak hanya di Tiongkok, tetapi hingga mancanegara.

Bagi dua calon dokter ini virus corona mulai terjadi diakhir Desember. Mewabahnya virus tersebut dimulai dari informasi awal adanya penumpang yang terinfeksi Covid-19. Namun, saat itu belum membuat ia khawatir. Sehingga Ince memilih menikmati liburan musim dingin di Tiongkok. Sedangkan sejumlah mahasiswa yang berasal dari Indonesia saat itu memilih kembali ke Tanah Air.

Selama sepekan, ia berlibur di Beijing dan untuk kembali ke tempat tinggalnya yang berada di Huangshi ia harus transit melewati Kota Wuhan. Saat berada di Wuhan pemeritah mewajibkan agar setiap orang menggunakan masker. Dari situ Ince mulai khawatir di Kota Wuhan orang-orang yang ia temui menggunakan masker. Benar saja, sehari setelah sampai di asrama tempat tinggalnya di Kota Huangshi, ia mendapatkan kabar akses keluar dari Kota Wuhan atau masuk sudah lockdown.

“Dari situ mulai berpikir kok sampai segitunya ya semua orang itu sudah pakai masker. Saya pulang besoknya dan transportasi akses transportasi sudah di-lockdown. Saya bersyukur sudah pulang kalau tidak saya terjebak di Wuhan,” kisah Ince yang sudah tinggal di Hubei selama dua tahun belakangan.

Karena kondisi itu Ince dan sejumlah rekannya mulai membentengi diri. Menggunakan masker, mencuci tangan dengan alkohol, menyemprot ruangan menggunakan alkohol dan membatasi diri untuk beraktivitas di luar ruangan.

Selama berhari-hari tidak bisa beraktivitas di luar ruangan ditambah rasa khawatir, membuat ia sempat berpikir untuk meninggalkan Kota Wuhan. Namun niat itu diurungkan lantaran akses keluar masuk Kota Wuhan dijaga ketat aparat setempat.

Pantau ketat dari pihak kampus terkait kondisi kesehatan mahasiswa yang tinggal di asrama dilakukan. Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan dua kali sehari. Pihak kampus meminta agar menyampaikan jika ada keluhan. Dan selama itu, pelayanan dari kampus untuk komsumsi sehari-hari seperti sayuran dipenuhi. Kemudian alat medis pengukur suhu tubuh juga diberikan.

Hanya, yang membuat ia sedih lantaran kepanikan orang tua yang terpengaruh dengan informasi di media sosial. Untuk itu, setiap berkomunikasi dengan orang tuanya ia selama menyembunyikan kepanikannya. Ia menguatkan kedua orang tuanya dengan menyampaikan kondisinya baik-baik saja.

“Pastinya keluarga itu sangat khawatir, tapi saya selalu mencoba untuk tidak membuat panik saya orang tua saya. Saya selalu bilang kepada orang tua jangan terlalu melihat berita saya yang ada di sini, saya yang merasakan ini saya baik-baik kok di sini. Alhamdulilah kami semua orang Indonesia tidak ada yang terkena virus,” bebernya.

Berbeda dengan kisah Annisa yang sempat tejebak di Kota Wuhan. Saat itu, Annisa merencanakan menghabiskan masa liburan musim dingin di Kota Wuhan. Ia ingin berlibur ke Wuhan lantaran larangan untuk berkunjung kota-kota tersebut belum ada. Kemudian, virus corona di Wuhan belum seperti saat ini.

Senin 20 Januari ia memberanikan diri ke Wuhan. Tiket pulang pergi menggunakan kereta cepat sudah ia pesan. Jarak antara Kota Huangshi ke Kota Wuhan sekira 90-an kilometer. Saat itu belum banyak orang yang menggunakan masker di Kota Wuhan. Sehingga, ia bersama rekannya berani keluar tanpa menggunakan masker.

Beberapa hari berada di Wuhan, ia berniat mencari tiket untuk kembali ke kampus pada Jumat 24 Januari. Namun, sehari sebelum jadwal kepulangan Wuhan sudah di-lockdown. Kondisi jalan sudah ramai. Ia pun menganggap jika keramaian itu karena bertepatan dengan Imlek.

Selama satu pekan terjebak di Kota Wuhan Annisa dan tiga rekannya tinggal di hotel. Hotel tempat ia menginap juga lantas ditutup. Kondisi ini membuatnya harus berpindah tempat ke apartemen yang difasilitasi rekannya.

“Tanggal 23 udah di-lockdown, kondisinya itu orang ramai antar orang mau evakuasi atau mungkin kebetulan kan mau memasuki Tahun Baru Imlek. Jadi selama di kota itu ramai. Jadi kami tidak tahu itu orang ramai mau pulang kampung atau mau evakuasi,” imbuhnya.

Berada di apartemen tanpa pengawasan dari pihak kampus membuat Annisa berhati-hati. Aktivitas di luar ruangan tidak dilakukan kecuali harus membeli bahan makanan untuk kebutuhan sehari-hari. “Setelah beraktivitas kami berkumur dengan garam, mencuci tangan dengan sabun,” tambahnya.

Annisa selalu curhat bersama temannya ingin kembali ke Tanah Air. Tetapi kondisi memaksa ia harus bertahan di apartemen.

Hingga kabar bahagia datang dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing. Berencana mengevakuasi WNI yang berada di Tiongkok. Ince dan Annisa tak bisa menyembunyikan kebahagiaan.

Walaupun, sebelum sampai di Tanjung Selor harus melalui observasi selama 14 hari di Natuna.

Sebelum dinyatakan negatif virus corona, keduanya harus berada di Natuna selama 14 hari. Di situ ia merasakan perhatian besar pemerintah. Mulai dari fasilitas, aktivitas hingga makanan sangat diperhatikan. Belum lagi petugas yang menemani selama di Natuna selalu menghadirkan hiburan.

“Yang kami rasakan di Natuna sangat luar biasa. Alhamdulilah kami difasilitasi luar biasa oleh pemerintah. Pemerintah memberikan fasilitas yang sangat luar biasa. Mungkin di luar orang-orang bilang kami diisolasi dikarantina. Tetapi kami tidak bukan seperti dikarantina. Kami di sana bahagia sekali. Bersama bapak-bapak TNI yang memberikan permainan yang mengedukasi supaya kita itu tidak stres. Itu buat kami senang terus,” pungkasnya. (bersambung/lim)


BACA JUGA

Selasa, 08 September 2015 11:13

Persembahkan Tarian Daerah, Berlatih Hingga Empat Bulan

<p>Ada cerita lain pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang dilakukan di ruang serba guna…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers