Selain menjadi tenaga pendidik, ada saja cara guru melakukan pendekatan terhadap muridnya. Memberikan perhatian lebih. Mengantar muridnya, yang tidak dijemput. Seperti yang dilakukan Nursyamsi Abu Sarif, guru honorer di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 11 Tarakan.
LISAWAN YOSEPH LOBO
SEJAK dahulu, hingga kini nasib guru honorer selalu ramai diperbincangkan. “Guru bantu”, yang pendapatannya tidak seberapa. Hanya di beberapa daerah, pendapatan guru honorer yang bisa dikatakan ‘lumayan’. Belum lagi, yang gajinya dirapel per tiga bulan.
Kendati demikian, nampaknya tidak menjadi cambuk bagi guru honorer untuk setia mengabdi. Menjadi guru harus semangat. Menebarkan ilmu. Mengajari dari nol, hingga berhasil meraih cita-cita anak muridnya.
Mencerdaskan. Sudah menjadi kewajiban seorang guru. Tapi sekaligus menjadi teman si murid, mungkin jarang ditemukan. Sosok ini dapat dilihat dalam diri Nursyamsi Abu Sarif.
Masuk dalam dunia murid-muridnya, cara dia melakukan pendekatan terhadap anak didiknya ini. Tidak hanya melalui proses belajar mengajar. Atau duduk bersama saat jam istirahat. Rupanya guru-guru di lingkup SMP Negeri 11 Tarakan, punya cara tersendiri.
Misalnya mengantar siswanya pulang ke rumah. Bukan sekali atau dua kali. Tapi rutin, setiap hari. Ada seorang siswa kelas VII, yang tinggal di Jalan Ppabri, Kampung Satu Skip, Tarakan Tengah. Menjadi langganannya untuk diantar pulang ke rumah.
Merasa prihatin. Siswanya itu selalu menunggu orang tuanya menjemput, hingga senja menghilang. Bisa jadi orang tuanya tidak sempat menjemput. Atau menunggu hingga pekerjaannya selesai. Maklum, orang tua murid tersebut kerja serabutan.
“Kalau kita tidak antar, dia menunggu jemputan sampai magrib, sampai isya. Jadi kita gantian antar anak itu. Karena biasa ada kesibukan, nanti teman lainnya yang antar. Tapi itu rutin kita antar anak itu pulang,” ujar pria kelahiran Tarakan, 9 Agustus 1992 ini.
Tinggal di daerah Karang Rejo, tidak menjadi alasan jauh dekatnya tempat tinggal siswa yang diantar pulang. Dia pernah mengantar muridnya yang tinggal di Tanjung Pasir, Tarakan Timur di Pasir Putih atau Jalan Bhayangkara dan daerah STM di Jalan Aki Balak. Juga tidak menjadi beban, bila dilakukan setiap hari.
Pernah merasakan menjadi seorang murid, menjadi alasan mendasar melakukan itu. Rasanya senang bila guru memberikan perhatian yang lebih. Tidak sebatas mengajar di dalam kelas. Dengan begitu, pendekatan ke anak didik lebih baik.
“Kita pasti rasanya senang kalau guru perhatian sama kita. Kita pasti menilai, guru itu baik. Kita biasa antar, ajak cerita. Jadi ada pendekatan. Kalau mereka ada masalah, lebih enak kita dekati dan arahkan,” lanjut pria lulusan UBT angkatan 2011 ini.