Lima hari lagi, masa tanggap darurat yang ditetapkan Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, M.Kes sejak musibah kebakaran, berakhir. Hingga Minggu (26/1) kemarin, terdata sisa 30 kepala keluarga (KK) yang bertahan di posko tanggap darurat. Perlahan korban bangkit, dan menyesuaikan dengan tempat yang baru.
LISAWAN YOSPEH LOBO
TIDAK ada yang menginginkan musibah, termasuk kebakaran. Tanpa diundang, juga tidak bisa diprediksi. Tidak hanya menimbulkan kerugian materi. Juga kerusakan bangunan dan rumah. Lebih lagi gangguan terhadap kondisi psikologis para korban.
Sisi psikologis ini juga penting diperhatikan bagi korban yang mendapatkan musibah. Luka secara emosional dan psikis, siapa yang tahu? Ya, dengan kehadiran tim psikolog, yang membantu para korban ini bangkit dari keterpurukan.
Hari demi hari, menjelang berakhirnya masa tanggap darurat, keceriaan para korban sudah kembali. Baik anak-anak, maupun orang tua. Berbagai upaya dilakukan tim psikolog. Termasuk tim Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) Cabang Tarakan.
Mulai dari mengajak bermain, mewarnai, belajar bersama, bahkan senam bersama. Minggu (27/1) kemarin, tim Puspa mengajak korban di posko tanggap darurat senam sehat dan bugar bersama. Tidak hanya orang tua, termasuk petugas relawan. Tapi anak-anak juga antusias.
Dikatakan Ketua Puspa Cabang Tarakan, Fanny Sumajouw, S.Psi, PSI, di dalam tubuh yang sehat, tentu ada jiwa yang sehat. Ketika para korban dalam kondisi down dan trauma, tidak lagi memikirkan kesehatannya.
Tapi dari Puspa ini membangkitkan semangat para korban dengan cara tidak biasa. Ya, senam bersama, di Minggu pagi. Menggerakkan badan, ceria bersama di pagi hari.
“Begitu tiba di pengungsian, mereka hanya tidur. Jadi PUSPA mengadakan senam bersama, kita juga dibantu teman-teman yang pandu senam. Puji Tuhan, selama PUSPA mendampingi, banyak pegiat-pegiat yang bergabung,” kata wanita yang akrab disapa Bunda Fanny ini.
Dari pantaun Puspa, senyum dan keceriaan para korban ini sudah kembali. Satu yang dialami tim selama melakukan pendampingan, ada seorang anak berusia 11 tahun. Dari laporan yang ia terima, di hari pertama kondisi anak tersebut demam, gangguan kesadaran lantaran terus menangis, enggan bermain dan bergaul dengan teman-temannya.
“Kelas 5 SD, saat itu belum tersentuh pemulihan. Jadi dikabari sama Dinsos, belum ada penanganan. Jadi kita tangani, kita truma healing. Ternyata anak itu melihat semua kejadian, mulai dari api dan habis terbakar. Otomatis dia trauma, tidak mau jauh dari ibunya, bahkan katanya dia mengigau,” lanjutnya yang juga merupakan Wakil Ketua di Puspa Wilayah Provinsi Kalimantan Utara.