Ta Pek Kong, Tanjung Selor diyakini oleh warga Tionghoa Bulungan sebagai bangunan kelenteng tertua di Kalimantan Utara (Kaltara), bahkan di Kalimantan Timur (Kaltim). Usia keberadaan kelenteng ini pun sudah 121 tahun.
PIJAI PASARIJA
KELENTENG Ta Pek Kong yang memiliki arti nenek tertua yang dihormati sudah ada sebelum tahun 1898. Awalnya, lokasi bangunan berada di area Makam Tionghoa di Jalan Meranti.
Keberadaan bangunan dibuktikan dengan adanya prasasti tulisan mandarin yang saat ini terpasang di salah satu sudut bangunan yang digunakan 220 kepala keluarga (KK) untuk melakukan sembahyang. Prasasti itu juga merupakan anggaran rumah tangga dari kelenteng tersebut.
Kemudian di tahun 1898, warga Tinghoa mendapatkan hibah lahan dari kakek Bapak Herry seluas 300 meter persegi (m²) untuk membangun kelenteng baru yang saat ini berdiri kokoh di pinggir Sungai Kayan tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman. Bangunan itu telah dilakukan dua kali rehab. Pertama, sekitar tahun 1970, kemudian rehab kedua dilakukan sekitar tahun 1980.
Rehab kedua hampir 50 persen dibantu oleh Kayan Patria Pratama (KPP) grup, Juanda. Ketika itu dari Juanda meminta untuk merencanakan rehab total. Akhirnya, di tahun 2006 proses pembangunan dilakukan dan diresmikan pada tahun 2007 oleh Bupati Bulungan, Drs. H. Budiman Arifin, M.Si dan Direktur Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha Kemenag RI, Drs. Budi Setiawan.
Ketua Yayasan Graha Paramitha Tanjung Selor, Allen Tedy menceritakan, bahwa agama Buddha pertama kali masuk di Tanjung Selor sekitar tahun 1970 silam. Dan Kepengurusan kelenteng juga sudah beberapa kali berganti. "Orang tua saya juga sempat menjadi pengurus," kata pria yang akrab disapa Allen ini.
Pria yang memiliki empat orang anak dan 10 cucu itu meyakini bahwa Kelenteng Ta Pek Kong merupakan bangunan tertua yang ada di Kaltimtara. Sebab, di Kaltim usia kelentengnya masih sekitar 100 tahun.
Untuk interior, pria kelahiran Tanjung Selor menjelaskan, 17 Maret 1948 yang ada di dalam Ta Pek Kong rata-rata sumbangan dari warga sejak tahun 1960-1950 silam. Dan ada juga interior yang didatangkan dari Jawa Tengah, sedangkan ornamen bagian atas bangunan didatangkan langsung dari Cina.
Bukan hanya interior saja yang didatangkan langsung dari Cina. Lima patung dewa yang ada di dalam kelenteng juga didatangkan langsung dari Cina. Adapun lima patung itu yakni Dewa Fa Cu Kong, Fu De Zheng Shen, Kwan Kong, Pai Hu dan Du Ti Kong. “Kalau dewa Fa Cu Kong yang berada di depan pintu masuk itu merupakan dewa penangkal magis,” kata Allen.
Dahulu, kata pria yang hobi berolahraga itu mengakui, bahwa pihaknya pernah mengundang orang pintar dari Palembang dan Malaysia. Dan mereka menyarankan agar ada dewa penangkal sihir. Karena wilayah Tanjung Selor banyak orang magis. “Tapi itu dahulu, kalau sekarang sudah tidak ada seperti itu," tutupnya. (***/eza)